Tugas Bahasa Indonesia’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Rina Eka Wati_1402408136_bab 7 Oktober 28, 2008

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 9:08 pm

BAB 7

TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK

Semantik dengan objeknya yakni makna merupakan unsur yang berada di semua tataran yang bangun-membangun, yaitu di dalam tataran Fonologi, Morfologi dan Sintaksis. Chomsky, bapak Linguistik transformasi, dalam bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah Sintaksis dan Fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen ini.

7.1 HAKIKAT MAKNA

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari komponen signifian atau “yang mengartikan” yang berwujud runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” berupa pengertian atau konsep.Umpamanya tanda linguistik berupa meja dapat dilihat dalam bagan berikut:

/m/, /e/, /j/, /a/

(signifian)

meja

‘sejenis perabot rumah tangga’

(signifie)

dalam bahasa luar bahasa

Bagan tersebut juga dapat ditampilkan dalam bentuk segitiga, disebut juga segitiga Richard dan Odgent.

(b)konsep

(a)tanda linguistik (c)referen

<m-e-j-a> <bentuk meja>

(a) dan (c) mempunyai hubungan tak langsung, sebab (a) adalah masalah dalam bahasa dan (c) masalah luar bahasa yang hubungannya bersifat arbitrer. Sedangkan (a) dan (b) sama-sama berada di dalam-bahasa;(c) adalah acuan dari (b). Sehingga (a) dan (b), serta (b) dan (c) mempunyai hubungan langsung.

Makna sebuah kata dapat ditentukan apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Selanjutnya makna kalimat dapat ditentukan bila kalimat tersebut sudah berada dalam konteks wacananya atau situasinya.

7.2 JENIS MAKNA

Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

7.2.1 Makna Lesikal, Gramatikal, dan Kontekstual

* Makna Lesikal adalah makna yang ada pada lekse atau kata meski tanpa konteks apapun (makna sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia).

* Makna Gramatikal adalah makna yang terbentuk dari proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.

Contoh: 1. ber+baju mempunyai makna ’mengenakan baju’

2. sate+lontong melahirkan makna ’bercampur’

* Makna Kontekstual adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:

1. Rambut di kepala nenek telah berwarna putih.

2. Nomor telepon ada pada kepala surat itu.

7.2.2 Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial bila mempunyai acuan. Kata-kata seperti kuda, gambar, dan merah bermakna referensial karena mempunyai acuan di dunia nyata. Sedangkan kata seperti dan, atau, karena tidak mempunyai acuan sehingga bermakna non-referensial.

7.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna Denotatif adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif sama dengan makna leksikal. Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa. Umpamanya kata kurus, ramping, dan kerempeng sebenarnya mempunyai makna yang sama, tetapi ketiganya mempunyai konotasi yang berbeda.

7.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) menyatakan bahwa makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Jadi makna konseptual sama dengan makna denotatif, leksikal, maupun referensial. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu di luar bahasa. Misalnya kata merah berasosiasi dengan ’berani’.

7.2.5 Makna Kata dan Makna Istilah

Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna denotatif, leksikal, atau konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas bila sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang sudah pasti walaupun tidak berada dalam konteks kalimat.

7.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya. Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu:

* Idiom penuh yaitu bila unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, misalnya, ’membanting tulang’ dan ’meja hijau’.

* Idiom sebagian yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya ’buku putih’ yang berarti ’buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat diketahui dari makna unsur-unsurnya karena ada asosiasi antara makna asli dengan maknanya dalam peribahasa. Umpamanya peribahasa ’seperti kucing dengan anjing’ yang bermakna ’dua orang yang tak pernah akur’.

7.3 Relasi Makna

Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

7.3.1 Sinonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu kata dengan kata yang lain.

7.3.2 Antonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan pertentangan makna antara kata satu dengan yang lain. Antonim dibedakan menjadi:

· Antonim yang bersifat mutlak, misalnya hidup >< mati.

· Antonim yang bersifat relatif, misalnya besar >< kecil.

· Antonim yang bersifat relasional, misalnya suami >< istri.

· Antonim yang bersifat hirearkial, misalnya gram >< kilogram.

· Antonim Majemuk, misalnya berdiri mempunyai lawan kata; duduk, tidur, tiarap, jongkok.

7.3.3 Polisemi

Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia; (2) ketua/pemimpin; (3) bagian penting.

7.3.4 Homonimi

Yaitu dua buah kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dengan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.

7.3.5 Hiponimi

Adalah hubungan antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata yang lain. Misalnya:

burung

merpati tekukur perkutut balam elang

7.3.6 Ambigu atau Ketaksaan

Adalah gejala terjadinya kegandaan makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, ’buku sejarah baru’ dapat berarti ’buku sejarah yang baru’ atau ’buku yang memuat sejarah baru’.

7.3.7 Redundansi

Yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, ’bola itu ditendang oleh Dika’ menggunakan kata oleh yang dianggap redundans.

7.4 PERUBAHAN MAKNA

Secara diakronis makna kata dapat berubah dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra dan adanya asosiasi. Kata dapat mengalami penyempitan makna, misalnya kata ’sarjana’. Kata juga dapat mengalami perluasan makna, misalnya kata ’ibu’ atau kata ’bapak’.

7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada dalam satu medan makna. Sedankan usaha untuk menganalisis unsur-unsur yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

7.5.1 Medan Makna

adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari realitas di alam semesta tertentu, misalnya, nama-nama warna.

7.5.2 Komponen Makna

Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Contoh analisis komponen makna yaitu:

Komponen makna

Ayah

Ibu

1. manusia

+

+

2. dewasa

+

+

3. jantan

+

4. kawin

+

+

7.5.3 Kesesuaian Semantik dengan Sintatik

Masalah gramatikal dan semantik dapat mempengaruhi berterima tidaknya sebuah kalimat. Misalnya kalimat ’Kambing yang Pak Udin terlepas lagi’ bisa diterima bila dikatakan ’Kambing Pak Udin terlepas lagi’.

Menurut Chafe (1970) inti sebuah kalimat adalah predikat atau kata kerjanya. Perhatikan bagan berikut:

Subjek Predikat Objek

/+nomina/ membaca /+nomina/

/+manusia/ /+manusia/ /+bacaan/

/+bacaan/

 

Dewi Zuliani_1402408213_bab 7 Oktober 25, 2008

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 12:15 pm

Nama : Dewi Zuliani

NIM : 1402408213

Rombel : 4

BAB 7

TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK

Semantik dengan objeknya yakni makna merupakan unsur yang berada di semua tataran yang bangun-membangun, yaitu di dalam tataran Fonologi, Morfologi dan Sintaksis. Chomsky, bapak Linguistik transformasi, dalam bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah Sintaksis dan Fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen ini.

7.1 HAKIKAT MAKNA

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari komponen signifian atau “yang mengartikan” yang berwujud runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” berupa pengertian atau konsep.Umpamanya tanda linguistik berupa meja dapat dilihat dalam bagan berikut:

/m/, /e/, /j/, /a/

(signifian)

meja

‘sejenis perabot rumah tangga’

(signifie)

dalam bahasa luar bahasa

Bagan tersebut juga dapat ditampilkan dalam bentuk segitiga, disebut juga segitiga Richard dan Odgent.

(b)konsep

(a)tanda linguistik (c)referen

<m-e-j-a> <bentuk meja>

(a) dan (c) mempunyai hubungan tak langsung, sebab (a) adalah masalah dalam bahasa dan (c) masalah luar bahasa yang hubungannya bersifat arbitrer. Sedangkan (a) dan (b) sama-sama berada di dalam-bahasa;(c) adalah acuan dari (b). Sehingga (a) dan (b), serta (b) dan (c) mempunyai hubungan langsung.

Makna sebuah kata dapat ditentukan apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Selanjutnya makna kalimat dapat ditentukan bila kalimat tersebut sudah berada dalam konteks wacananya atau situasinya.

7.2 JENIS MAKNA

Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

7.2.1 Makna Lesikal, Gramatikal, dan Kontekstual

* Makna Lesikal adalah makna yang ada pada lekse atau kata meski tanpa konteks apapun (makna sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia).

* Makna Gramatikal adalah makna yang terbentuk dari proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.

Contoh: 1. ber+baju mempunyai makna ’mengenakan baju’

2. sate+lontong melahirkan makna ’bercampur’

* Makna Kontekstual adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:

1. Rambut di kepala nenek telah berwarna putih.

2. Nomor telepon ada pada kepala surat itu.

7.2.2 Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial bila mempunyai acuan. Kata-kata seperti kuda, gambar, dan merah bermakna referensial karena mempunyai acuan di dunia nyata. Sedangkan kata seperti dan, atau, karena tidak mempunyai acuan sehingga bermakna non-referensial.

7.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna Denotatif adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif sama dengan makna leksikal. Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa. Umpamanya kata kurus, ramping, dan kerempeng sebenarnya mempunyai makna yang sama, tetapi ketiganya mempunyai konotasi yang berbeda.

7.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) menyatakan bahwa makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Jadi makna konseptual sama dengan makna denotatif, leksikal, maupun referensial. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu di luar bahasa. Misalnya kata merah berasosiasi dengan ’berani’.

7.2.5 Makna Kata dan Makna Istilah

Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna denotatif, leksikal, atau konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas bila sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang sudah pasti walaupun tidak berada dalam konteks kalimat.

7.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya. Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu:

* Idiom penuh yaitu bila unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, misalnya, ’membanting tulang’ dan ’meja hijau’.

* Idiom sebagian yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya ’buku putih’ yang berarti ’buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat diketahui dari makna unsur-unsurnya karena ada asosiasi antara makna asli dengan maknanya dalam peribahasa. Umpamanya peribahasa ’seperti kucing dengan anjing’ yang bermakna ’dua orang yang tak pernah akur’.

7.3 Relasi Makna

Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

7.3.1 Sinonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu kata dengan kata yang lain.

7.3.2 Antonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan pertentangan makna antara kata satu dengan yang lain. Antonim dibedakan menjadi:

· Antonim yang bersifat mutlak, misalnya hidup >< mati.

· Antonim yang bersifat relatif, misalnya besar >< kecil.

· Antonim yang bersifat relasional, misalnya suami >< istri.

· Antonim yang bersifat hirearkial, misalnya gram >< kilogram.

· Antonim Majemuk, misalnya berdiri mempunyai lawan kata; duduk, tidur, tiarap, jongkok.

7.3.3 Polisemi

Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia; (2) ketua/pemimpin; (3) bagian penting.

7.3.4 Homonimi

Yaitu dua buah kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dengan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.

7.3.5 Hiponimi

Adalah hubungan antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata yang lain. Misalnya:

burung

merpati tekukur perkutut balam elang

7.3.6 Ambigu atau Ketaksaan

Adalah gejala terjadinya kegandaan makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, ’buku sejarah baru’ dapat berarti ’buku sejarah yang baru’ atau ’buku yang memuat sejarah baru’.

7.3.7 Redundansi

Yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, ’bola itu ditendang oleh Dika’ menggunakan kata oleh yang dianggap redundans.

7.4 PERUBAHAN MAKNA

Secara diakronis makna kata dapat berubah dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra dan adanya asosiasi. Kata dapat mengalami penyempitan makna, misalnya kata ’sarjana’. Kata juga dapat mengalami perluasan makna, misalnya kata ’ibu’ atau kata ’bapak’.

7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada dalam satu medan makna. Sedankan usaha untuk menganalisis unsur-unsur yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

7.5.1 Medan Makna

adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari realitas di alam semesta tertentu, misalnya, nama-nama warna.

7.5.2 Komponen Makna

Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Contoh analisis komponen makna yaitu:

Komponen makna

Ayah

Ibu

1. manusia

+

+

2. dewasa

+

+

3. jantan

+

4. kawin

+

+

7.5.3 Kesesuaian Semantik dengan Sintatik

Masalah gramatikal dan semantik dapat mempengaruhi berterima tidaknya sebuah kalimat. Misalnya kalimat ’Kambing yang Pak Udin terlepas lagi’ bisa diterima bila dikatakan ’Kambing Pak Udin terlepas lagi’.

Menurut Chafe (1970) inti sebuah kalimat adalah predikat atau kata kerjanya. Perhatikan bagan berikut:

Subjek Predikat Objek

/+nomina/ membaca /+nomina/

/+manusia/ /+manusia/ /+bacaan/

/+bacaan/

 

NOVITA KHAIRUNISA 1402408128 BAB VII TATARAN LINGUISTIK = SEMANTIK Oktober 24, 2008

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 8:22 pm

DISUSUN OLEH :

NAMA : NOVITA KHAIRUNISA

NIM : 1402408128

ROMBEL : 3

BAB VII

TATARAN LINGUISTIK (4) :

SEMANTIK

Dalam berbagai kesempatan semantik disebutkan sebagai bidang studi linguistik yang obyek penelitiannya makna bahasa,semantik juga merupakan satu tataran linguistik,kalau istilah ini tetap dipakai harus diingat bahwa status tataran semantik dengan tataran fonologi,morfologi dan sintaksis adalah tidak sama,sebab secara hierarkial satuan bahasa disebut wacana.Chomsky,bapak linguistik transformasi dalam bukunya yang ke-2 menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini.

7.1 Hakikat Makna

Menurut Ferdinant de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu signifian atau yang mengartikan dan signifie atau yang diartikan.Wujudnya berupa pengertian atau konsep yang dimiliki oleh signifian.

7.2 Jenis Makna

Bahasa di gunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

  1. Makna Lesikal,Gramatikal dan Kontektual

· Makna Lesikal adalah makna yang ada pada leksemmeski tanpa konteks apapun atau dapat dikatakanmakna yang sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia.

· Makna Gramatikal adalah makna yang bentuk dan proses gramatikalseperti afkrasi,reduplikasi,komposisi atau kalinasasi.Misal dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal “mengenakan baju”.

· Makna Kontektual adalah makna sebuah leksem (kata) yang berada dalam satu kontek.Makna kontek bisa juga berkenaan dengan situasi,yakni eakyu,tempat dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

  1. Makna Referensial dan Makna Non Referensial

Kata dapat bermakna referensial jika terdapat referen atau acuannya.Kata-kata seperti kuda,ger,dan merak termasuk kata-kata referensial karena memiliki acuan dalam dunia nyata.Sebaliknya kata-kata seperti dan,atau,karena termasuk kata-kata yang tidak referensial.Kata-kata yang termasuk prononim seperti dia,saya dan kamu.Kata-kata yang menyatakan waktu ,seperti siang,besuk,dan nanti,kata-kata yang menyatakan ruang seperti dari sini,dari sana,dari situ dan kata-kata penunjuk seperti ini,iti termasuk kata-kata deiktik,yaitu kata yang acuannya tidak menetap pada satu maksud.

3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh kata.Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotative yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1916) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang berkenaan dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

5. Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata mempunyai makna.Pada awalnya,makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal,denotative,dan konseptual.Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya.Berbeda dengan kata,istilah mempunyai makna yang pasti,jelas,tidak meragukan,meski tanpa konteks kalimat.Istilah digunakan dalam bidang keilmuan namun pada perkembangan bahasa ada sejumlah istilah yang menjadi kosa kata umum karena sering digunakan.

6. Makna Idiom dan Makna Istilah

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsure-unsurnya baik secara leksikal maupun gramatikal.Idiom di bedakan menjadi dua,idiom penuh dan idiom sebagian.Idiom penuh adalah idiom yang semua unsure-unsurnya sudah sudah menjadi satu-kesatuan sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri.Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosian antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

7.3 Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya.Relasi dapat menyatakan kesamaan makna,pertentangan makna,ketercakapan atau kelebihan makna.

1. Sinonim

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan ujaran yang lain.Relasi ini bersifat dua arah,maksudnya kalau A bersinonim dengan B,maka B itu bersinonim dengan A.Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama karena dipengaruhi oleh faktor waktu,tempat,dan wilayah,keformalan,social,bidang kegiatan,dan factor nuansa sama.

2. Antonim

Antonim adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan,pertentangan atau kontras antara yang satu dengan yang lain.Hubungan antara dua satuan ujaran yang berantonim juga bersifat dua arah.Antonim dapat dibagi menjadi beberapa jenis,antara lain :

· Antonim yang bersifat mutlak,contoh : hidup >< mati

· Antonim yang bersifat relatif,contoh : besar >< kecil

· Antonim yang bersifat relasional,contoh : suami >< istri

· Antonim yang bersifat hierarkial,contoh : gram >< kilogram

· Antonim yang bersifat majemuk,contoh : berdiri >< duduk,tidur,tiarap

3. Polisemi

Sebuah kata disebut polisemi bila kata tersebut mempunyai makna lebih dari satu,missal kata kepala yang mempunyai makna : bagian tubuh manusia,ketua atau pemimpin,sesuatu yang berada di sebelah atas,atau bagian yang penting.

4. Homonimi

Homonimi yaitu dua buah kata atau ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama tapi maknanya berbeda.Sebagai contoh kata bisa,bisa yang berarti racun ular dengan kata bisa yang berarti sanggup.Pada kasus homonimi,istilah lain yang biasa dibicarakan yaitu homofoni dan homografi.Homofoni adalah kesamaan bunyi antara dua kata,tanpa memperhatikan ejaannya.Contoh homofoni yaitu kata “bank” dan “bang”.Istilah homografi mengaju pada bentuk ujaran yang sama ejaannya tetapi ucapan dan maknanya berbeda.Misalnya kata “teras” yang berarti inti dan kata “teras” yang berarti serambi.

5. Hiponimi

Hiponimi adalah semantik antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata lain dan mempunyai relasi searah.

6. Ambiguiti dan Ketaksaan

Ambiguiti dan ketaksaan adalah gejala terjadinya kegandaan makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda.Misalnya bentuk buku sejarah baru yang dapat ditafsirkan menjadi buku sejarah yang baru terbit atau buku yang memuat tentang sejarah zaman baru.

7. Redundansi

Redundansi yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.Misal kalimat bola itu ditendang oleh Dika tidak akan berbeda dengan bola itu ditendang Dika.Jadi penggunaan kata oleh dianggap redundansi.

7.4 Perubahan Makna

Secara diakronis makna suatu kata bisa berubah maksudnya dalam waktu yang relative lama.Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan teknologi,perkembangan pemakaian kata,pertukaran tanggapan indera dan adanya asosiasi yaitu hubungan antara sebuah kata dengan sesuatu yang lain yang berkuenaan dengan bentuk kata itu.Kata mengalami penyempitan makna atau perluasan makna.

7.5 Medan Makna dan Komponen Makna

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada dalam satu medan makna(leksikal).Sedangkan usaha untuk menganalisis kata atas unsur-unsur makna yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

Medan Makna

Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari realitas dalam alam semesta tertentu.Misal nama warna-warna.Kata yang mengelompok dalam satu medan makna dibedakan atas kelompok medan makna kolokasi dan kelompok medan makna medanset.kelompok kolokasi menunjukkan adanya hubungan tempat atau lingkungan yang sama sedangkan kelompok set menunjukkan adanya paradigmatic karena dapat saling di substitusikan.

Komponen Makna

Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu komponen makna dapat dianalisis sebagai berikut :

Komponen Makna Ayah Ibu

1. manusia + +

2. dewasa + +

3. jantan +

4. kawin + +

5. punya anak + +

Kesesuaian Semantik dan Sintaksis

Masalah gramatikal dan semantic dapat mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu kalimat.Misalnya kalimat kambing yang Pak Udin terlepas lagi bisa menjadi benar kalau dikatakan kambing Pak Udin terlepas lagi.Sebagai catatan konjungsi yang tidak dapat menggabungkan nominan dengan nomina,tetapi dapat menggabungkan nomina dengan obyektifa.

Menurut Chafe (1970) inti sebuah kalimat adalah predikat atau verba.Jadi,verbalah yang menentukan kehadiran konstituen lain dalam sebuah kalimat.

 

NoorMarianaUlfah_1402408286_bab7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 8:14 pm

Noor Mariana Ulfah

1402408286

Bab 7

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK

Bapak linguitik modern, Ferdinand de Saussure menyatakan bahwa tanda linguistik (signe linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie maka sesungguhnay studi linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah tidak ada artinya sebab kedua komponen itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

7. 1. Hakikat Makna

Makna adalah

· Pengertian/konsep yang dimiliki/terdapat pada sebuah tanda linguistik

· Pengertian/konsep yang dimiliki oleh setiap kata/leksem

· Pengertian/konsep yang dimiliki setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks.

7. 2. Jenis Makna

1. Makna Leksikal: makna yang dimiliki/ada pada leksem meski tanpa konteks apapun/makna yang sebenarnya.

Contoh: kuda bermakna sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

2. Makna gramatikal: makna yang terjadi melalui proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi/kalimatisasi.

Contoh: proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal mengenakan/memakai baju.

3. Makna kontekstual: makna sebuah kata yang berada di dalam satu konteks.

Contoh: kata kepala dalam kalimat Rambut di kepala nenek belum ada yang putih. Kepala = bagian dari tubuh manusia.

4. Makna referensial: makna yang dimiliki oleh sebuah kata yang ada referensinya/acuannya.

Contoh: kuda, merah, gambar.

5. Makna non-referensial: makna yang dimiliki oleh sebuah kata yang tidak ada referensnya.

Contoh: dan, atau, karena.

6. Makna denotatif: makna asli/makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem.

Contoh: kata kurus bermakna keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal.

7. Makna konotatif: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang/kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

Contoh: kurus berkonotasi netral.

ramping berkonotasi positif

kerempeng berkonotasi negatif

8. Makna konseptual: makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks/asosiasi apapun.

Contoh: kata rumah bermakna bangunan tempat tinggal manusia.

9. Makna asosiatif: makna yang dimiliki oleh sebuah leksem berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

Contoh: melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci/kesucian.

10. Makna kata: makna yang dikandung oleh suatu kata.

11. Makna istilah: makna yang dikandung oleh suatu istilah.

12. Makna idiom dan peribahasa

Idiom: satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya baik secara leksikal maupun gramatikal. Idiom dibagi 2 yaitu:

a) Idiom penuh, contoh: meja hijau = pengadilan.

b) Idiom sebagian, contoh: koran kuning = koran yang memuat berita sensasi.

Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

7. 3. Kelas Makna

Relasi makna: hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya.

· Sinonim: hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satu satuan ujaran lainnya.

Contoh: betul = benar

sudah = telah

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak pernah sama. ketidaksamaan itu terjadi karena:

1. Faktor waktu, contoh: hulubalang (klasik) = komandan

2. Faktor tempat atau wilayah, contoh: saya = beta

3. Faktor keformalan, contoh: uang = duit

4. Faktor sosial, contoh: saya = aku

5. Faltor bidang kegiatan, contoh: matahari = surya (sastra)

6. Faktor nuansa makna, contoh: melirik, menonton, meninjau, mengintip

· Antonim: hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan.

Contoh: baik >< buruk

mati >< hidup

Jenis-jenis antonim

1. Antonim yang bersifat mutlak, contoh: mati >< hidup

2. Antonim yang bersifat relatif, contoh: jauh >< dekat

3. Antonim yang bersifat relasional, contoh: membeli >< menjual

4. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh: tamtama >< bintara

· Polisemi: sebuah kata/satuan ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu.

Contoh: Kepalanya jatuh kena pecahan kaca (bagian tubuh manusia)

Kepala kantor itu bukan paman saya (ketua/pemimpin)

· Homonim: dua buah kata yang bentuk dan ejaannya sama tetapi maknanya berbeda.

Contoh: bisa = racun ular

bisa = sanggup

· Homofon: dua buah kata yang makna dan bentuknya berbeda tetapi ejaannya sama.

Contoh: bank = lembaga keuangan

bang =kakak laki-laki

· Homograf: dua buah kata yang makna dan ejaannya berbeda tetapi bentuknya sama.

Contoh: memerah = menjadi merah

memerah = melakukan perah

· Hiponim: kata khusus

· Hipernim: kata umum

Contoh: hipernim = burung

hiponim = merpati, perkutut

· Ambiguitas dan ketaksaan: gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.

Contoh: buku sejarah baru dapat diartikan:

(1) buku sejarah itu baru terbit

(2) buku itu memuat sejarah zaman baru

· Redundansi: berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

Contoh: (1) Nita mengenakan baju berwarna merah sama artinya dengan (2) Nita berbaju merah. Bentuk 1 disebut redundansi.

7. 4. Perubahan Makna

Perubahan makna dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1) Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi.

2) Perkembangan sosial budaya

3) Perkembangan pemakaian kata

4) Pertukaran tanggapan indra

5) Adanya asosiasi

Macam-macam perubahan makna:

1) Makna meluas: perubahan makna dari yang tadinya khusus kini maknanya menjadi umum.

Contoh: berlayar dulu bermakna ‘melakukan perjalanan dengan kapal/perahu yang digerakkan tenaga layar tetapi kini bermakna ’semua perjalanan di air’.

2) Makna menyempit: perubahan makna dari yang tadinya umum kini maknanya menjadi khusus.

Contoh: sarjana dulu bermakna ‘orang cerdik pandai’ tetapi sekarang kini bermakna ‘lulusan perguruan tinggi’

3) Perubahan makna secara total: makna yang sekarang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya.

Contoh: pena pada mulanya bermakna ‘bulu angsa’ tetapi kini hanya bermakna ‘alat tulis bertinta’.

7. 5. Medan Makna dan Komponen Makna

· Medan Makna: seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan/realitas dalam alam semesta tertentu.

Misalnya: nama-nama warna, nama perabot rumah tangga yang masing-masing merupakan satu medan makna.

Berdasarkan sifat hubungan semantisnya pengelompokan kata atas medan makna dapat dibedakan:

1. Kelompok kolokasi

2. Kelompok set

· Komponen Makna

Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut) komponen makna yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna dapat dianalisis dibutiri/disebutkan satu per satu berdasarkan pengertian-pengertian yang dimilikinya.

Contoh:

Komponen makna

Ayah

Ibu

1. Manusia

+

+

2. Dewasa

+

+

3. Jantan

+

4. Kawin

+

+

5. Punya anak

+

+

Kegunaan analisis komponen makna:

a. Untuk mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim

b. Untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal, afiksasi, reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa Indonesia.

Kesesuaian Semantik dan Sintaktik

Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga masalah semantik.

Contoh:

Pada kalimat ‘segelas kambing minum setumpuk air’ dan kalimat ‘kambing itu membaca komik’. Kedua kalimat itu tidak berterima, bukanlah karena kesalahan gramatikal maupun informasi, melainkan karena kesalahan semantik. Kesalahan itu berupa tidak adanya persesuaian semantik di antara konstituen-konstituen yang membangun kalimat itu.

 

Melan_Ayu_Ninda_Karista-1402408225-Bab_7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 7:29 pm

Melan Ayu Ninda Karista

1402408225

Rombel 3

BAB 7

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK

Ü HAKIKAT MAKNA

Menurut Ferdinand de Saussure bahwa makna adalah “pengertian” atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Disamping itu ada juga yang menyatakan bahwa makna itu tidak lain daripada sesuatu/referen yang diacu oleh kata/leksem itu.

Ü JENIS MAKNA

v Makna Leksikal, gramatikal, kontekstual

· Makna leksikal adalah makna yang dimiliki/ada pada leksem tanpa konteks apapun.

· Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.

· Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem/kata yang berada dalam 1 konteks.

v Makna referensial dan nonreferensial

Sebuah kata/leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya/acuannya, sebaliknya disebut nonreferensial jika kata-kata itu tidak mempunyai referens.

v Makna denotatif dan makna konotatif

· Makna denotatif adalah makna asli/sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem.

· Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang/kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

v Makna konseptual dan makna asosiatif

· Makna konseptual adalah makna yang mempunyai sebuah leksem terlepas dari konteks/asosiasi apapun.

· Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem/kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

v Makna kata dan makna istilah

Dalam penggunaanya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya/situasinya. Sedangkan makna yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti dan tidak meragukan meskipun tanpa konteks kalimatnya.

v Makna idiom dan peribahasa

· Makna idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya baik secara leksikal/gramatikal.

· Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri/dilacak dari makna unsur-unsurnya karena ada “asosiasi” antara makna dengan maknanya sebagai peribahasa.

Ü RELASI MAKNA

Adalah hubungan secara semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya.

v Sinonim

Adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satu satuan ujaran lainnya.

v Antonim

Adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan/pertentangan.

v Polisemi

Sebuah kata/satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari satu.

v Homonimi

Adalah dua buah kata/satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama, maknanya berbeda karena masing-masing merupakan kata/bentuk ujaran yang berlainan.

v Hiponimi

Adalah hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.

v Ambiguiti/Ketaksaan

Adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.

v Redundansi

Diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

Ü PERUBAHAN MAKNA

v Makna meluas artinya perubahan makna dari yang tadinya bermakna A maka kemudian bermakna B.

v Makna menyempit artinya kalau tadinya sebuah kata/satuan ujaran itu memiliki makna yang umum kini maknanya menjadi khusus.

v Perubahan makna secara total artinya makna yang sekarang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya.

Ü MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

v Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan/realitas dalam alam semesta tertentu.

v Komponen makna adalah makna yang dimiliki oleh setiap kata terdiri dari sejumlah komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu.

v Kesesuaian Semantik dan Sintaktik

Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga masalah semantik.

 

suprobo aryani 1402408186 bab 7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 7:07 pm

BAB 7.

TATARAN LINGUISTIK

Semantik adalah subsistem bahasa yang bersifat periferal, karena makna yang menjadi objek semantik tidak dapat diamati secara empiris.

Hakikat makna

Menurut pandangan Ferdinand de Saussure dengan teori tanda linguistik, makna berarti pengertian atau konsep yang terdapat dalam tanda linguistik.

Jenis makna

a. Makna leksikal adalah makna yang ada pada leksem meski tanpa konteks apapun.

b. Makna gramatikal adalah makna yang terjadi apabila ada proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi.

c. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.

d. Makna referensial disebut bermakna referensial kalau ada referensinya atau acuan.

e. Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya.

f. Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa seseorang.

g. Makna konseptual menurut Leech (1976) makna konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah leksem yang terlepas dari asosiasi apapun.

h. Makna asosiatif adalah makna sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

Misal : melati – suci

i. Makna kata

Makna kata ini baru menjadi jelas apabila sudah berada dalam konteks kalimat.

j. Makna istilah

Makna ini jelas walaupun tidak berada dalam konteks kalimat.

k. Makna idiom adalah satu ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dan makna-makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal.

l. Makna peribahasa adalah makna yang bisa diramalkan secara leksikal atau gramatikal.

Relasi Makna

Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

a. Sinonim

Adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna kata satu dengan kata lainnya. Contoh melihat sinonimnya menonton.

b. Antonim

Adalah hubungan semantik antara dua buah satuan yang maknanya berkebalikan. Contoh : menjual antonimnya membeli.

c. Polisemi

Adalah sebuah kata yang mempunyai makna lebih dari satu.

Contoh: kepala, mempunyai banyak arti, antara lain : bagian tubuh manusia, pemimpin, dan bagian yang penting.

d. Homonim

Adalah dua kata yang sama tulisannya, sama bunyinya, tapi memiliki makna berbeda.

Contoh: kata bisa berarti racun, bisa juga berarti dapat/mampu.

e. Homograf

Adalah dua buah kata yang tulisannya sama, bunyi dan maknanya berbeda.

Contoh: kata teras berarti teras rumah, dan pejabat teras.

f. Homofon

Adalah dua kata yang ujarannya sama, tetapi tulisan dan maknanya berbeda.

Misal: masa dan massa

g. Hiponim

Adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.

Misal: merpati berhiponim dengan burung.

Ambiquiti atau Ketaksaan

Adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.

Ambiquiti biasa terjadi dalam bahasa tulis, dan dapat terjadi karena homonim.

Contoh kata : paus berarti ikan besar dan pemimpin agama khatolik di Roma.

Contoh kalimat berikut “mereka bertemu paus”

Redudansi

Adalah penggunaan unsur segmental dalam bentuk ujaran secara berlebihan.

Contoh: bola itu ditendang oleh Dika

Seharusnya: bola itu ditendang Dika

Perubahan Makna

Faktor penyebab:

a. Perkembangan IPTEK

Contoh: dulu kata sastra bermakna tulisan huruf, sekarang sastra bermakna karya bahasa yang bersifat imajinatif dan kreatif.

b. Perkembangan sosial budaya

Contoh: dulu Sarjana bermakna orang cerdik, sekarang sarjana bermakna orang yang telah lulus dari perguruan tinggi (gelar strata, dll)

c. Perkembangan pemakaian kata

Contoh: dulu kata menggarap dipakai hanya menggarap sawah, sekarang bisa menggarap skripsi.

d. Pertukaran tanggapan India (sinestesia)

Contoh: wajahnya manis

e. Asosiasi

Contoh: amplop berarti uang sogok

“Beri dia amplop”

f. Meluas

g. Menyempit

h. Eufemia (menghaluskan)

Medan Makna dan Komponen Makna

a. Medan Makna

Yang dimaksud medan makna (semantik domain, semantik field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan adau realitas dalam alam semesta tertentu.

Contoh: nama-nama warna, perabot rumah tangga.

b. Komponen Makna

Jumlah makna yang dimiliki oleh suatu kata

Contoh kata : ayah memiliki komponen makna

a. Manusia c. Jantan dan e. punya anak

b. Dewasa d. Kawin

 

SHOLIHAH DHIAN;1402408113

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 4:32 pm

SHOLIHAH DHIAN
(1402408113)
TATA RAN LINGUISTIK SEMANTIK

Letak semantik yaitu dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau semua tataran yang bangun-membangun ini: makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Oleh karena itu, penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat. Sebab dia bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran tidak sama. oleh karena itu para linguis strukturalis tidak begitu peduli dengan masalah makna ini, karena dianggap tidak termasuk atau menjadi tataran yang sederajat dengan tataran yang bangun-membangun itu. Hockett (1954), salah seorang tokoh struktiralis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu tidak sama derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedang subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal. Subsistem semantik disebut bersifat periferal adalah karena seperti pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis). Demikian juga dengan Chomsky, bapak linguistik transformasi, dalam buku yang pertama (1957) tidak menyinggung masalah makna. Dalam buku kedua (1965) beliau menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini.
Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka studi semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semarak. Teori Bapak Linguitik Modern Ferdinand de Saussure, bahwa tanda linguistik (sign linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie. Sesungguhnya studi linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah tidak ada artinya, sebab kedua komponen itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

7.1. Hakikat Makna
Menurut de Saussure setiap tanda linguistik/tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu kompenen signifikan atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Tanda linguistik berupa(ditampilkan dalam bentuk ortografis) <meja>, terdiri dari runtutan fonem /m/, /e/, /j/, dan /a/ dan signifie berupa makna/konsep sejenis perabot kantor/rumah tangga.

7.2. JENIS MAKNA
Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya leksem kuda memiliki makna leksikal ’sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’. Dari contoh itu dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya. Banyak orang yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang ada dalam kamus. Makna Gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna Kontekstual adalah makna sebuah leksem yang berada di dalam satu konteks. Contoh:
Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
Makna Referensial dan Non-Referensial
Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial kalau ada referensnya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens. Kata deiktik: kata yang acuannya tidak menetap pada satu maujud melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu ke maujud yang lain. Yang termasuk kata deiktik adalah kata pronomina seperti disini, disana, dan kamu; kata yang menyatakan ruang: disini, disana, disitu; kata yang menyatakan waktu seperti sekarang, besok, nanti; kata yang disebut kata penunjuk seperti ini dan itu.
Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata babi bermakna denotatif sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk diambil dagingnya. Makna konotatif adalah makna yang “ditambahkan” pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Kata babi, oleh orang Islam mempunyai konotasi negatif, ada rasa atau perasaan tidak enak saat mendengar kata itu.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’ dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bengunan tempat tinggal manusia’. Jadi makna kontekstual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misal kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian; kata merah berasosiasi dengan berani atau juga paham komunis. Oleh Leech (1976) kedalam makna asosiasi ini dimasukkan juga yang disebut konotatif, makna stilistika, makna afektif dan makna koloaktif.
Makna asosiatif: karena kata-kata berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata lain.
Makna stilistika: berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan.
Makna efektif: berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna efektif lebih nyata terada dalam bahasa lisan.
Contoh: “Tutup mulut kalian!” bentaknya pada kami.
“Coba, mohon diam sebentar!” katanya pada kami.
Makna koloaktif: berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.
Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kat itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.
Contoh: “Tangannya luka kena pecahan kaca”
” Lengannya luka kena pecahan kaca”
Jadi, kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim, atau bermakna sama.
Makna yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom dibedakan menjadi 2 yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan diom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang dimilikin berasal dari seluruh kesatuan itu. Contoh idiom penuh : membanting tulang, menjual gigi, meja hijau. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri misalkan buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

7.3. RELASI MAKNA
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata frase maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna. Pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna atau juga kelebihan makna. Relasi makna biasanya dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, dan redundansi.
Sinonim
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satu satuan ujaran lainnya. Misalnya antara kata betul dengan kata benar. Contoh dalam bahasa Inggris antara kata freedom dan liberty.
Relasi sinonimi bersifat dua arah, maksudnya kalau satu ujaran A bersinonim dengan satuan ujaran B dan sebaliknya. Secara konkret kalau kata betul bersinonim dengan kata benar, kata benar bersinonim dengan kata betul.

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. kesamaan itu terjadi karena berbagai faktor.

Faktor waktu
Faktor tempat atau wilayah
Faktor keformalan
Faktor sosial
Faltor bidang kegiatan
Faktor nuansa makna
Antonim
Antonim adalah hubungan semantikatau antonimi antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya kata buruk berantonim dengan kata baik, kata mati berantonim dengan kata hidup. Sifat antonim dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya kata hidup berantonim dengan kata mati, sebab segala sesuatu yang masih hidup tentu belum mati, dan sesuatu yang sudah mati tentu sudah tidak hidup lagi.
Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil berantonimi secara relatif. Jenis antonim ini disebut bersifat relatif, karena batas antara satu dengan lainnya tidak dapat ditentukan secara jelas. Batasnya itu dapat bergerak menjadi lebih atau kurang. Karena itu, sesuatu yang tidak besar belum tentu kecil, dan sesuatu yagng tidak dekat belum tentu jauh. Karena itu pula kita dapat mengatakan misalnya lebih dekat, sangat dekat, atau juga paling dekat.
Antonim yang bersifat hierarkial. Umpama kata tamtama dan bintara berantonim secara hierarkial. Antonimi jenis ini disebut bersifat hierarkial karena kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada dalam satu garis jenjang atau hierarki.
Polisemi
Dalam kasus ini biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna leksikalnya, makna denotatifnya atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkanberdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu.
Homonimi
Homonimi adalah 2 buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna “inai” dan kata pacar dan yang bermakna “kekasih”.Jadi kalau pacar yang bermakna “inai”berhomonim dengan kata pacar yang bermakna “kekasih”.Maka,pacar yang bermakna “kekasih” berhomonim dengan kata yang bermakna “inai”
· Homofoni
Adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan.
Homografi
Mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya tetapi ucapan dan maknanya tidak sama.
~ Hiponimi
Adalah hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.
Misalnya:kata merpati mencakup dalam kata burung jadi merpati adalah hiponim dari burung dan burung berhipernim dengan merpati.
~Ambiguiti dan ketaksaan
Adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tefsiran gramatikal yang berbeda.
Contoh:buku sejarah baru
Dapat ditafsirkan:1 buku sejarah itu baru terbit.
2 buku itu memuat sejarah zaman baru.
~ Redundansi
Istilah redudansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihan penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
Misal:kalimat bola itu ditendang oleh dika tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan bola itu ditendang Dika.Jadi tanpa penggunaan preposisi”oleh”.Penggunaan kata “oleh”inilah yang dianggap redudansi,berlebih-lebihan.
7.4. PERUBAHAN MAKNA
Dalam masa yang relatif singkat,makna sebuah kata akan tetap sama,tidak berubah tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah.Kemungkinan ini berlaku hanya terjadi pada sejumlah kata yang disebabkan oleh berbagai faktor,antara lain:
a. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
b. Perkembangan sosial budaya
c. Perkembangan pemakaian kata
d. Pertukaran tanggapan indra
e. Adanya asosiasi

7.5. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata –kata yang berbeda dalam satu medan makna atau satu medan leksikal.
Medan Makna
Adalah seperangkat unsur leksikal yang maknannya saling berhubungan.
Misalnya:nama-nama warna,nama perabot rumah tangga
Komponen Makna
Makna setiap kata terdiri dari sebuah komponen.yang membentuk keseluruhan makna kata itu.
Contoh:kata ayah memiliki komponen kata manusia,dewasa,jantan,kawin dan punya anak
Kesesuaian Sematik dan Sintaktik
Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal tetapi juga masalah semantik.
Amati keempat kalimat berikut yang akan tampak perbedaan ketidakterimaannya.
Kambing yang punya Pak Udin terlepas lagi.
Segelas Kambing minum setumpuk air.
Kambing itu membaca komik.
Penduduk DKI Jakarta sekarang ada 50 juta orang.
Kalimat (a) karena kesalahan gramatikal yaitu adanya konjungsi “yang”.
Kalimat (b) karena kesalahan persesuaian leksikan seharusnya bukan segelas
Kambing tetapi seekor kambing.
Kalimat (c) karena tidak adanya persesuaian semantik antara kata kambing dan
Membaca.
Kalimat (d) karena kesalahan informasi.Dewasa ini penduduk DKI Jakarta hanya 8
Juta,bukan 50 juta.

 

Wakhyu Dwi_1402408077_bab 7 Oktober 23, 2008

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 2:09 pm

TATARAN LINGUISTIK (4)

SEMANTIK

Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik ini.

1. HAKIKAT MAKNA

Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2 komponen, yaitu komponen signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang diartikan) yang berwujud pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian).

Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks.

Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu seringkali terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Pakar itu juga mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya.

Bahasa bersifat arbiter, sehingga hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.

2. JENIS MAKNA

a. Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya.

Makna gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi.

Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempet, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

b. Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya.

Ada sejumlah kata yang disebut kata deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal seperti, dia, saya dan kamu.

c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal.

Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata tersebut.

Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.

d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya sama dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiasi sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada leksem tersebut. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika berkenaan dengan perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan kata-kata yang bersinonim.

e. Makna Kata dan Makna Istilah

Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal, denotatif atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.

Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.

f. Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom terbagi atas idiom penuh dan idiom sebagian.

Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya telah melebur menjadi satu kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri.

Peribahasa memilliki makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

3. RELASI MAKNA

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan yang lain.

a. Sinonim

Yaitu hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu terjadi karena faktor :

1. Faktor waktu

2. Faktor tempat atau wilayah

3. Faktor keformalan

4. Faktor sosial

5. Faktor bidang kegiatan

6. Faktor nuansa makna

b. Antonim

Yaitu hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.

Dilihat dari sifat hubungannya, maka antonym dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:

1. Antonim yang bersifat mutlak

2. Antonim yang bersifat relative atau bergradasi

3. Antonim yang bersifat relasional

4. Antonim yang bersifat hierarkial

Satuan ujaran yang memiliki pasanyan antonym lebih dari satu lazim disebut antonym majemuk.

c. Polisemi

Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.

d. Homonim

Yaitu dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.

Pada kasus homonim ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang ortografinya dan ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda.

Perbedaan antara homonim dengan polisemi adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk ujaran atau lebih yang “kebetulan” bentuknya sama, dan maknanya berbeda, sedangkan polisemi yaitu sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Dengan demikian jelas bahwa antara keduanya tidak punya hubungan sama sekali.

e. Hiponimi

Yaitu hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.

f. Ambiguiti atau Ketaksaan

Yaitu gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Ketaksaan terjadi dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena ketiadaan unsur intonasi. Namun, ketaksaan juga terjadi dalam bahasa lisan, karena ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi beranaforis.

Perbedaan homonim dengan ambiguiti adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguiti adalah sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih.

Perbedaan polisemi dengan ambiguiti adalah bahwa polisemi biasanya hanya pada tataran kata, dan makna-makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, sedangkan ambiguiti adalah satu bentuk ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat perbedaan tafsiran gramatikal.

g. Redundansi

Yaitu kata yang berlebih-lebihan yang menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

4. PERUBAHAN MAKNA

Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat, makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi

2. Perkembangan sosial budaya

3. Perkembangan pemakaian kata

4. Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)

5. Adanya asosiasi

Asosiasi dapat berupa hubungan wadah dengan isinya, dan juga berupa hubungan waktu dengan kejadian. Perubahan makna ada beberapa macam. Ada perubahan meluas, menyempit dan berubah total. Perubahan yang meluas yaitu jika tadinya sebuah kata bermakna A, maka kemudian menjadi bermakna B. Perubahan yang menyempit yaitu jika tadinya sebuah kata memiliki makna yang sangat umum, tetapi kini maknanya menjadi khusus atau sangat khusus. Perubahan makna total ytiu makna yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya. Dalam pembicaraan tentang perubahan makna, dikenal usaha untuk menghaluskan dan mengkasarkan ungkapan. Usaha untuk menghaluskan ini dikenal dengan nama eufemia atau eufemisme. Sedangkan usaha untuk mengkasarkan dikenal dengan nama disfemia, usaha ini sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi tegas.

5. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri semantik yang dimilikinya. Sebaliknya, setiap kata atau leksem dapat dianalisis unsur-unsur maknanya untuk mengatahui perbedaan makna antara kata tersebut dengan kata lainnya dalam satu kelompok.

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok dinamakan kata yang berada dalam satu medan makna atau satu medan leksikal. Analisis untuk menganalisis kata atau leksem disebut analisis komponen makna atau analisis ciri-ciri makna, atau juga analisis ciri-ciri leksikal.

a. Medan Makna

Yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta.

Jumlah nama atau istilah perkerabatan tidak sama antara satu bahasa dengan bahasa lain.

Kata-kata yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set. Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Kelompok set menunjuk pada hubungan paradigmatic, karena kata-kata yang ada pada satu kelompok set saling bisa disubstitusikan.

b. Komponen Makna

Setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Analisis komponen makna dapat dimanfaatkan untuk mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim. Kegunaan yang lain adalah untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi dan komposisi dalam bahasa Indonesia. Analisis komponen dapat digunakan untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga kita lihat pada proses reduplikasi dan komposisi.

Dalam proses komposisi atau proses penggabungan leksem dengan leksem, terlihat bahwa komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam proses itu menentukan juga makna gramatikal yang dihasilkannya. Analisis makna dengan mempertentangkan ada (+) atau tidaknya (-) komponen makna pada sebuah butir leksikal disebut analisis biner, analisis dua-dua. Analisis ini berasal dari studi fonologi yang dilakukan Roman Jakobson dan Morris Halle.

c. Kesesuaian Semantik dan Sintaktik

Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga masalah semantik.

 

Noviana Ekawati 1402408244 bab 7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 1:39 pm

Nama : Noviana Ekawati

NIM : 1402408244

7. TATARAN LINGUISTIK

SEMANTIK

Bahasa merupakan satu tataran linguistik,status tataran semantik dengan tataran fonologi,morfologi dan sintaksis adalah tidak sama, sebab secara hierarkial satuan bahasa yang disebut wacana, dan dibangun oleh kalimat, satuan kalimat dibangun dengan klausa, satuan klausa dibangun oleh frase, satuan frase dibangun oleh kata, satuan kata dibagnun oleh morfem, satuan morfem dibangun oleh fonem, dan akhirnya satuan fonem dibangun oleh fon atau bunyi.Semantik dengan obyeknya yakni makna, berada diseluruh atau berada disemua tataran yang bangun membangun ini,makna berada di didalam tataran fonologi,morfologi, dan sintaksis. Hockett(1945), salah seorang strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem yaitu subsistem gramatika,subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonemik. Subsistem gramatika,fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedangkan subsistem semantik dan fonetik bersifat poriferal, karena seperti pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, tak dapat diamati secar empiris. Chomsky, bapak linguistik transformasi,dalam bukunya yang pertama (1957) tidak menyinggung-nyinggung masalah makna. Dalam bukunya yang kedua (1965) beliau menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini. Bapak Linguistik modern, Ferdinand de saussure, bahwa tanda linguistik (signe linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

7.1 HAKIKAT MAKNA

Ferdinand de Saussure berpendapat bahwa setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu kkomponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtunan bunyi dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian). Menurutnya bahawa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem,kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan morfem, maka berarti makan itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem,baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks. Kridalaksaa (1989) misalnya, yang menyatakan setiap tanda bahasa 9yagn disebutnya penanda) tentu mengacu pada sesuatu yagn ditandai (disebut petanda) Karena afiks-afiks itu juga merupakan penanda, maka afiks itu pun mempunyai petanda. Ada teori lain yang menyatakan makna itu tidak lain daripada sesuatau atau referen yagn diacu oleh kata atau leksem itu. Hanya perlu dipahami bahwa tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret didunia nyata. Misalnya leksem seperti agama,kebudayaan dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret. Kita baru dapat menentukan makna sebuah kat apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.Contoh makna kata jatuh dalam kalimat-kalimat berikut: 1) Adik jatuh dari sepeda, 2) Dia jatuh dalam ujian yang lalu, 3) Dia jatuh cinta pada adikku, 4) Kalau harganya jatuh lagi kita akan bangkrut. Menyatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada didalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Yang harus diingat bahasa bersifat arbiter, maka hubungan antar kata dan maknanya juga bersifat arbiter.

7.2 JENIS MAKNA

Makna bahasa itu menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik.

7.2.1 Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun. Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita atau makna apa adanya. Sedangkan makna gramatikal baru ada jika terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang erada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat,waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

7.2.2 Makna Refrensial dan Non-refrensial

Sebuah kaa atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuran dalam dunia nyata. Kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk termasuk kata-kata yang tidak bermakna ferensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens.

Yang disebut kata- kata deiktik, dan acuannya tidak menetap pada satu maujud,melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu kepsa maujud yang lain. Kata- kata deiktik ini adalah kata- kata yang termasuk pronomina, seperti dia, saya,dan kamu,kata- kata yang menyatakan ruang seperti di sini,di sana, di situ, kata-kata yang menyatakan waktu seperti sekarang,besok, dan nanti, kata-kata yang disebut kata penunjuk seperti ini dan itu.

7.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli,makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal. Contoh kata kurus yagn bermakna denotatif ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’. Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rada dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh kurus,ramping, dan kerempeng dapat kita simpulkan,bahwa ketiga kata itu secara denotatif mempunyai makna yag sama atau bersinonim, tetapi ketiganya memiliki konotasi yagn tidak sama, kurus berkonotasi netral, ramping berkonotasi pisitif, dan kerempeng berkonotasi negatif. Dan harus diingat bahwa konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain, antara satu daerah dengan daerah lain, atau antara satu masa dengan masa yang lain.

7.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal,makna denotatif dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatau yang berada diluar bahasa. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambang yagn digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata atau leksem tersebut.Oleh Leech kedalam asosiatif ini dimasukkan juga yang disebut makna konotatif,makna stilistika,makna afektif, dan makna kolokatif.Termasuk dalam masa asosiatif adalah kata-kata tersebut beasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu.Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan icara atau terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih nyata terasa dalam bahasa lisan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna terentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim,sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.

7.2.5 Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal,makna denotatif,atau makna konseptual.Sedangkan istilah mempunyai makna yang pasti,yag jelas,yang tidak meragukan,meskipun tanpa konteks kalimat. Istilah itu bebas konteks,sedangkan kata tidak bebas konteks.Istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.

Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah,yang karena sering digunakan, lalu menjadi kosakata umum. Artinya istilah itu tidak hanya digunakan di dalam bidang keilmuannya,tetapi juga telah digunakan secara umum,diluar bidangnya. Misalnya istilah aksptor, dan kalimat telah menjadi kosakata umum, tetapi istilah debil,embisil, alofon dan fariansimasih tetap sebagai istilah dalam bidangnya,belum menjadi kosakata umum.

7.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya,baik secara leksikal maupun secara gramatikal.Contoh adalah bentuk membanting tulang dengan makna ‘bekerja keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan’, dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’. Ada dua macam idiom yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu-kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.Contohnya membanting tulang,menjual gigi, dan meja hijau. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Contohnya adalah buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’. Idiom yang maknanya tidak dapat “diramalkan” secara leksikal maupun ramatikal,maka yang disebut pribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

7.3 RELASI MAKNA

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat, dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna,pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna, atau juga keebihan makna. Relasi makna ini dibicarakan masalah-masalah antara lain:

7.3.1 Sinonim

Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Misalnya kata betul dengan kata benar. Relasi sinonim bersifat dua arah. Maksudnya kalau satu satuan ujaran A bersinonim dengan satuan ujaran B maka satuan ujaran B itu bersinonim dengan satuan ujaran A. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena erbagai faktor antara lain yaitu faktor waktu,faktor tempat dan wilayah, faktor sosial, fakor bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dari keenam faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa dua buah kata yang bersinonim tidak akan selalu dapat dipertukarkan atau disubstitusikan

7.3.2 Antonim

Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya kata buruk berantonim dengan kata baik. Hubungan antara dua sauan ujaran yang berantonim bersifat dua arah. Dilihat dari sifat hubungannya, maka antonimi itu dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu 1) antonimi bersifat mutlak,antonimi bersifat relatif atau bergradasi, contoh kata mati erantonim dengan hidup. 2) antonimi yang bersifat relatif atau bergradasi contoh antara kata jauh dan dekat. Jenis antonim ini disebut bersifat relatif , karena batas antara satu dengan yanga lainnya tidak dapat ditentukan secara jelas,batasnya itu dapat bergerak menjadi lebih atau menjadi kurang. 3) Antonimi yang bersifat realsional,karena munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain,contohnya antara kata membeli dan menjual. 4) Antonimi yang bersifat hierarkial,kaena kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada dalam satu garis jenjang atau hierarki,contohya antara kata gram dan kilogram. Ada satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih dari satu yang disebut antonim majemuk. Contohnya kata diam yang dapat berantonim dengan kata berbicara.

7.3.3 Polisemi

Sebuah kata atau satuan disebut polisemi kalau itu mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi ini biasanya makna pertama (yang didaftarkan didalam kamus) adalah makna sebenarnya,makna leksikelnya,makna denotatif, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.

7.3.4 Himonimi

Himonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama, maknanya tentu saja berbeda,karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Relasi antara dua buah satuan ujaran yang berhomonimi juga berlaku dua arah. Homonimi ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan yaitu homofoni dan homografi. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran,tanpa memperhatikan ejaannya,apakah ejaannya sama ataukah berbeda. Contohnya adalah kata bank ‘lembaga keuangan’ dengan kata bang ‘kakak laki-laki’. Sedangkan homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidak sama. Contoh kata teras yagn mempunyai dua makna yaitu inti dan bagian serambi rumah. Karena homografi ini berkenaan dengan tulisan atau ortografi, maka dalam bahasa Melayu yang ditulis dengan huruf Arab,seperti masih digunakan di Malaysia dan Brunei Darusalam, akan banyak kita jumpai bentuk-benuk homograf.

7.3.5 Hiponimi

Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifa searah, bukan dua arah. Contohnya adalah merpati berhiponim dengan burung, maka burung bukan berhiponim dengan merpati melainkan berhipernim. Dengan kata lain, kalau merpati adalah hiponim dari burung, maka burung adalah hipernim dari merpati. Ada juga yang menyebut burung adalah superordinat dari merpati (dan tentu saja dari tekukur,dari perkutut, dari balam,dari kepodang dan dari jenis burung lainnya). Hubungan antara merpati dengan tekukur,perkutut,dan jenis burung lainnya adalah kohiponim dari burung..Dalam penyusunan klasifikasi ini kita berusaha mengelompokkan bentuk-bentuk ujaran yang secara semantik menyatakan generik dan spesifik , maka ada kemungkinan sebuah bentuk ujaran yang merupakan generik dari sejumlah bentuk spesifik, akan menjadi nama spesifik dari generik yang lebih luas lagi. Misalnya burung yang menjadi generik,atau hipernim atau superordinat dari merpati,tekukur,perkutut, dan kepodang akan menjadi hiponim dari unggas. Sedangkan contoh lain jendela dan pintu hanyalah bagian atau komponen dari ruamh. Namanya yang tepat adalah partonimi atau meronimi.

7.3.6 Ambiguiti atau Ketaksaan

Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Umumnya terjadi pada bahasa tulis,karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambakan dengan akurat. Namun ketaksaan itu dapat terjadi dalam bahasa lisan meskipun intonasinya tepat. Ketaksaan.Misalnya bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan maknanya menjadi ‘buku sejarah itu baru terbit’ atau ‘buku itu memua sejarah zaman baru’. Ketaksaan dapat terjadi bukan karena tafsiran gramatikal yang berbeda tetapi kaena masalah homonimi,sedangkan konteksnya tidak jelas.

7.3.7 Redundansi

Redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihan penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya kalimat Bola itu ditendang oleh Dika tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan ‘Bola itu ditendang Dika’. Jadi tanpa menggunakan preposisi oleh. Penggunaan kata oleh inilah yang dianggap redundans,berlebih-lebihan.

7.4 PERUBAHAN MAKNA

Makna sebuah kata akan tetap sama, tetap sama, tidak berubah, tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa,melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja,yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:Pertama, perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi.Kedua, perkembangan sosial budaya.Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Keempat,pertukaran tanggapan indra. Kelima,adanya asosiasi.

Perubahan makna kata atau satuan ujaran itu ada beberapa macam. Ada perubahan yang meluas, ada yang menyempit,ada juga yang berubah total. Perubahan yang meluas artinya, kalau tadinya sebuah kata bermakna ‘A’, maka kemudian menjadi bermakna ‘B’. Dan perubahan makna yang menyempit artinya, kalau tadinya seuah kata atau satuan ujaran itu memiliki makna yang sangat umum tetapi kini maknanya menjadi khusus atau sangat khusus. Secara konkret kalau tadinya,misalnya bermakna ‘A1’, ‘A2’, ‘A3’, ‘A4’, maka kini misalnya hanya bermakna ‘A4’. Sedangkan makna secara total, artinya makna yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya. Umpamanya kata ceramah dulu bermakna ‘cerewet,banyak cakap’, sekarang bermakna ‘uraian mengenai suatu hal dimuka orang banyak’.

Dalam pembicaraan mengenai perubahan makna ini biasanya dibicarakan juga usaha untuk ‘menghaluskan’ atau ‘mengkasarkan’ ungkapan dengan menggunakankosakata yang memiliki sifat itu. Usaha menghaluskan ini dikenal dengan nama eufemia atau eufemisme, umpamanya,kata korupsi diganti dengan ungkapan menyalahgunakan jabatan. Usaha mengkasarkan atau disfemia sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaan menjadi tegas. Umpamanya kata kalah digantikan dengan masuk kotak.

7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri semantik yang dimiliki kata-kata itu. Umpamanya,kata-kata kuning,merah,hijau,biru,dan ungu berada dalam satu kelompok yaitu kelompok warna. Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau satu medan leksikal. Dan usaha untuk menganalisis kata atau leksem atas unsur makna yang dimilikinya disebut analisis komponen makna atau analisis ciri-ciri makna atau juga analisis ciri-ciri leksikal.

7.5.1 Medan Makna

Medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya,nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga, atau nama-nama perkerabatan, yang msing-masing merupakan satu medan makna. Perbedaan konsep penamaan: bahasa Indonesia berdasarkan usia , lebih tua atau lebih muda, sedangkan bahasa Inggris berdasarkan jenis kelamin,lelaki atau perempuan.

Kata-kata atau leksem-leksem yang mengelompok dalam satu medan makna,berdasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set. Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Contohnya kata-kata cabe, bawang, terasi,garam,merica, dan lada berada dalam satu kolokasi yaitu yang berkenaan dengan bumbu dapur.Kalau kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik,karena sifatnya yang linier,maka kelompok set menunjuk pada hubungan paradigmatik,karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set itu saling bias disubstitusikan. Pengelompokan kata atas medan makna ini tidak mempedulikan adanya nuansa makna,perbedaan makna denotasi dan konotasi dan hanya bertumpu pada makna dasar,makna denotative atau makna pusatnya saja.

7.5.2 Komponen Makna

Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen kata itu. Komponen makna itu (yang disebut komponen makna.), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna itu dapat dinalisis, dibutiri, atau disebutkan satu persatu, berdasarkan”pengertian-pengetian”yang dimilikinya. Kegunaan analisis komponen yang lain ialah untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa Indonesia bahwa analisis komponen ini dapat digunakan untuk meramal kan makna gramatikal, dapat juga kita lihat pada proses reduplikasi dan proses komposisi. Proses reduplikasi terjadi pada dasar verba yang memiliki komponen makna /+sesaat/ memberi makna gramatikal ‘berulang-ulang’ seperti pada memotong-motong,memukul-mukul, dan menendang-nendang. Proses penggabungan leksem dengan leksem, terlihat juga bahwa komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam prose situ menentukan juga makna gramatikal yang dihasilkannya.

Chomsky (1965) rinsip-prinsip analisis yang dilakukan oleh Roman Jakobson dan para ahli antropologi itu digunakan untuk memneri ciri-ciri semantik terhadap semua morfem dalam daftar morfem yang melengkapi tata bahasa generatif transformasinya. Dan dengan member ciri-ciri seperti itu pada setiap butir leksikal maka akan dapat dijelaskan berterima atau tidaknya sebuah kalimat, baik secara leksikal maupun gramatikal.

7.5.3 Kesesuaian Semantik dan Sintaktik

Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal , tetapi juga masalah semantic. Ketidakberterimaan kalimat biasanya terjadi antara lain karena kesalahan gramatikal, kesalahan persesuaian leksikal, kesalahan informasi, kesalahan semantik, kesalahan itu berupa tidak adanya persesuaian semantik diantara konstituen yang membangun kalimat itu.

Analisis persesuaian semantic dan sintaktik ini tentu saja harus memperhitungkan komponen makna kata secara lebih terperinci dan keterperincian analisis lebih diperlukan lagi. Maka selain diperlukan keterperincian analisis, masalah metafora tampaknya juga perlu disingkirkan.

 

Dedy Dwi Setyono_1402908053_bab 7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 1:18 pm

Disusun oleh

Dedy Dwi Setyono

NIM : 1402908053

Rombel : 5

BAB VII

SEMANTIK

Semantik objeknya yaitu makna berada di seluruh atau di semua tataran yang bangun membangun ( Bahasa atau wacana dibangiun oleh kalimat, klausa, frasa., kata, morfem, fonem, dan bunyi secara herakial ).

7.1 Hakikat makna yaitu konsep atau pengertian yang terdapat pada sebuah tanda linguistic ( runtutan fonem dan konsep yang mengacu pada seuah referensi di luar bahasa ).

7.2 Jenis makna

a. Leksikal adalah makna yang sesuai dengan observasi atau makna sebenarnya.

b. Gramatikal adalah makna yang sesuai dengan kaidah pemakaian suatu ketatabahasaan.

c. Kontekstual adalah makna yang sesuai dengan situasi ( tempat, waktu, dan lingkungan ).

d. Makna referensial dan non referensial adalah makna referensial yaitu makna yang ada acuan atau penunjuk di dunia nyata dan makna non referensial yaitu makna abstrak.

e. Makna Denotatif dan makna konotatif . Makna Denotatif yaitu makna asal, asli atau makna sebenarnya yang dimiliki leksem dan Mkana Konotatif yaitu mnakna lain yang ditambahkan pada makna denotatfi.

f. Makna Konseptual yaitu makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks. Makna Asosiatif yaitu hubungan kata dengan sesuatu di luar bahasa.

g. Makna Kata yaitu makna yang menjadi jelas kalau kata itu di dalam konteks kalimat dan situasinya.

Istilah yaitu makna yang pasti, jelas, tidak meragukan meski tanpa konteks kalimat.

h. Idiom yaitu satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsurnya

Peribahas yaitu makna yang dapat ditelusuri dari makna unsure – .unsurnya.

7.3 Relasi makna

a. Sinonim yaitu kesamaan makna

b. Antonim yaitu lawan kata.

c. Polisemi yaitu makna lebih dari satu.

d. Homonim yaitu bentuknya sama maknanya berbeda.

e. Hiponimi yaitu bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna lain.

f. Ambiguiti yaitu gejala yang dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.

g. Redundansi yaitu berlebih lebihan menggunakan unsur segmental dalam bentuk ujaran.

7.4 Perubahan makna disebabkan oleh berbagai factor, yaitu :

a. Perkembangan IPTEK

b. Perkembangan social budaya.

c. Perkembangan pemakaian kata.

d. Pertukaran tanggapan indra.

e. Asosiasi yaitu sesuatu yang lain berkenaan dengan ujaran itu.

7.5 Medan makna yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan dari bidang kebudayaan astau realitas dalam alam semesta tertentu.

Komponen makna yaitu sejumlah komponen yang dimiliki oleh setiap kata dan dapat dianalisis, dibutiri atau disebutkan satu persatu berdasarkan pengertian yang dimilikinya.