Tugas Bahasa Indonesia’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Eko Siswanto_bab 2 Oktober 28, 2008

Filed under: BAB II — pgsdunnes2008 @ 9:15 pm

2. LINGUISTIK SEBAGAI ILMU

Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Atau lebih tepatnya telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Untuk memahami linguistik sebagai sebuah ilmu yang ilmiah akan dibahas pada bab ini.

2.1 KEILMIAHAN LINGUISTIK

Pada dasarnya setiap ilmu mengalami tiga tahap perkembangan antara lain sebagai berikut:

Tahap pertama, yakni tahap spekulasi. Pada tahap ini pengambilan kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa prosedur-prosedur tertentu.

Tahap kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru mengupulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apa pun.

Tahap ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis-hipotesis, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.

Disiplin linguistik dewasa ini sudah menggalami ketiga tahap di atas. Artinya disiplin ilmu linguistik sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah.

Linguistik sangat mementingkan data empiris dalam melaksanakan penelitiannya. Itulah sebabnya, bidang simantik kurang mendapat perhatian dalam linguistik strukturalis dulu karena makna, yang menjadi objek simantik, tidak dapat diamati secara empiris; tidak seperti fonem dalam fonologi atau morfem dan kata dalam morfologi. Kegiatan empiris biasanya bekerja secara induktif dan deduktif dengan beruntun. Artinya, kegiatan itu dimulai dengan mengumpulkan data empiris. Data empiris itu dianalisis dan diklasifikasikan. Lalu, ditarik suatu kesimpulan umum berdasarkan data empiris itu. Kesimpulan ini disebut kesimpulan induktif. Secara deduktif adalah kebalikannya. Artinya suatu kesimpulan mengenai data khusus dilakukan berdasarkan kesimpulan umum yang telah ada. Namun, kebenaran kesimpulan deduktif ini sangat tergantung pada kebenaran kesimpulan umum, yang lazim disebut premis mayor, yang dipakai untuk menarik kesimpulan deduktif.

Sebagai ilmu empiris linguistik berusaha mencari keteraturan atau kaidah-kaidah yang hakiki dari bahasa yang ditelitinya. Karena itu, linguuistik sering disebut sebagai ilmu nomotetik.

Kemudian sesuai dengan predikat keilmiahan yang disandangnya, linguistik tidak pernah berhenti pada satu titik kesimpulan; tetapi akan menyempurnakan kesimpulan tersebut berdasarkan data empiris selanjutnya.

Pendekatan bahasa sebagai bahasa ini, sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut:

Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya, bagi linguistik bahasa lisan adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder.

Kedua, karena bahasa itu bersifat unik, maka lingistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.

Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan lainnya mempunyai jaringan hubungan. Pendekatan yang melihat bahasa sebagai kumpulan unsur yang saling berhubungan, atau sebagai sistem itu, disebut pendekatan struktural. Lawannya, disebut pendekatan atomistis, yaitu yang melihat bahasa sendiri sebagai kumpulan unsur-unsur yang terlepas, yang berdiri sendiri-sendiri.

Keempat, karena bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis. Karena itu pula, linguistik dapat mempelajari bahasa secara sinkronik dan diakronik. Secara sinkronik artinya, mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada kurun waktu yang tertentu atau terbatas. Secara diakronik artinya, mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya dan perkembangannya dari waktu ke waktu, sepanjang kehidupan bahasa itu.

Kelima, karena sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara diskriptif dan tidak secara preskriptif. Artinya, yang penting dalam linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan oleh seseorang (sebagai data empiris) dan bukan apa yang menurut peneliti seharusnya diungkapkan.

2.2 SUBDISIPLIN LINGUISTIK

Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin). Demikian pula dengan linguistik. Di sini kita akan mencoba mengelompokkan nama-nama subdisiplin linguistik itu berdasarkan :

2.2.1 Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus

Linguistik umum adalah linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum. Pertanyaan-pertanyaan teoretis yang dihasilkan akan menyangkut bahasa pada umumnya, bukan bahasa tertentu.

Sedangkan linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu, seperti bahasa inggris, bahasa jawa, atau bahasa Indonesia.

2.2.2 Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada sepanjang masa dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan linguistik diakronik

Linguistik sinkronik mengkaji bahasa pada masa terbatas. Misalnya mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan. Studi linguistik sinkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif. Linguistik diakronik berupaya mengkaji bahaasa (atau bahasa-bahasa) pada masa yang tidak terbatas; bisa sejak awal kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya bahasa tersebut. Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat historis dan komperatif.

2.2.3 Berdasarkan objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa atau bahasa itu dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa dibedakan adanya linguistik mikro dan linguistik makro

Linguistik mikro mengarahkan pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau pada umumnya. Linguistik mikro mempunyai sudisiplin antara lain:

Fonologi menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya, dan fungsinya dalam sistem kebahasaan secara keseluruhan. Morfologi menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya. Sintaksis menyelidiki satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain diatas kata, hubungan satu dengan lainnya, serta cara penyusunannya sehingga menjadi satuan ujaran. Semantik menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun kontekstual. Sedangkan leksikologi menyelidiki leksikon atau kosa kata suatu bahasa dari berbagai aspeknya.

Linguistik makro menyelidiki bahasa dalam kaitan-kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya itu daripada struktur internal bahasa. Dalam berbagai buku biasanya terdapat subdisiplin linguistik makro antara lain:

Sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat. Psikolinguistik mempelajari hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu dapat diperoleh. Antropolinguistik mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia. Stilistika mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra. Finologi mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Filsafat bahasa mempelajari kodrat hakiki dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia, serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik. Dialektologi mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu.

2.2.4 Berdasrkan aliran atau teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa di kenal adanya linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik generatif semantik, linguistik relasional, dan linguistik semantik.

Karena luasnya cabang atau bidang linguistik ini, maka jelas tidak akan bisa menguasai semua bidang linguistik itu. Tapi meskipun cabang atau bidang linguistik itu sangat luas, yang dianggap inti dari ilmu linguistik hanyalah yang berkenaan dengan struktur internal bahasa, atau cabang-cabang yang yang termasuk linguistik mikro.

2.3 ANALISIS LINGUISTIK

Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Semua tataran sistematika itu akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

2.3.1 Struktur, Sistem, dan Distribusi

Menurut F. De Saussure ada dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat antara satuan-satuan bahasa, yaitu relasi sintagmatik dan relasi asosiatif. Relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu; sedangkan relasi asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa namun tidak tampak susunan suatu kalimat.

Hubungan yang terjadi di antara satuan-satuan bahasa itu, baik antara fonem yang satu dengan yang lain, maupun antara kata yang satu dengan yang lain, disebut bersifai sigmantis. Jadi hubungan sintagmantis ini bersifat linear, atau horison antara satuan yang satu dengan satuan yang lain yang berada di kiri dan kanannya.

Struktur dapat dibedakan menurut tataran sistematik bahasanya, yaitu menurut susunan fonetis, menurut susunan alofonis, menurut susunan morfemis, dan menurut susunan sintaksis. Mengenai semuanya akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi. Distribusi, yang merupakan istilah utama dalam analisis bahasa menurut model strukturalis L. Bloomfield adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian suatu konstituen tertentu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya.

2.3.2 ANALISIS BAWAHAN LANGSUNG

Analisis bawahan langsung, sering disebut juga analisis unsur langsung atau analisis bawahan terdekat (Immediate Constituent Analysis) adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat.

Teknik analisis bawahan langsung bermanfaat untuk menghindari keambiguan karena satuan-satuan bahasa yang terikat pada konteks wacananya dapat dipahami dengan analisis tersebut.

2.3.3 Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur

Analisis rangkaian unsur (item and arrangement) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur-unsur lain. Misalnya satuan tertimbun terdiri dari ter – + timbun. Jadi, dalam analisis rangkaian unsur ini setiap satuan bahasa “terdiri dari . . .”, bukan “dibentuk dari . . .” sebagai hasil dari suatu proses pembentukan.

Analisis proses unsur (item and process) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan. Jadi bentuk tertimbun adalah hasil dari proses prefiksasi ter- dengan dasar timbun.

2.4 MANFAAT LINGUISTIK

Lingustik akan memberikan manfaat langsung bagi mereka yang berkecimpung dalam kegiatan yang berhubungan dengan bahasa.

Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik.

Bagi guru, terutama guru bahasa, penetahuan linguistik sangat penting. Dengan menguasai linguistik, maka mereka akan dapat dengan lebih mudah dalam menyampaikan mata pelajarannya.

Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik, tetapi juga berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrastif linguistik.

Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperliukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugas.

Pengetahuan linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan memberi tuntutan bagi penyusun buku teks dalam meyusun kalimat yang tepat, memilih kosa kata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.

 

Shelvianita_1402408253

Filed under: BAB VI — pgsdunnes2008 @ 9:09 pm

BAB 6.

TATARAN LINGUISTIK (3) SINTAKSIS

Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa dan gramatikal. Karena perbedaan keduanya tidak terlihat jelas maka muncul morfosintaksis. Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis, untuk menyebut keduanya sebagai bidang satu pembahasan. Morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain sebagai suatu satuan ujaran.

Sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu “Sun” = dengan, “Tattein” = menempatkan. Sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata/kalimat.

Pembahasan dalam sintaksis :

1) Struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan pesan sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu.

2) Satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kaliman dan wacana.

3) Hal-hal yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dsb.

6.1. STRUKTUR SINTAKSIS

Ada beberapa kelompok dalam sintaksis

Ÿ Kelompok pertama yaitu subyek, predikat, obyek dan keterangan adalah kelompok fungsi sintaksis.

Ÿ Kelompok kedua yaitu nomina, verba, ajektiva dan numeralia adalah peristilahan dengan kategori sintaksis.

Ÿ Kelompok ketiga yaitu pelaku, penderita dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis.

Menurut Verhaar (1978) fungsi sintaksis terdiri dari S, P, O, K merupakan kotak-kotak kosong atau tempat kosong yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya.

Contoh:

Nenek melirik kakek tadi pagi

S P O K

Nomina verba nomina nomina

Kata nenek memiliki peran “pelaku” atau agentif, melirik mempunyai peran “aktif”, kakek memiliki peran “sasaran”, tadi padi memiliki peran “waktu”.

Fungsi sintaksis tidak harus selalu berurutan S, P, O, dan K.

Urutannya harus selalu tidak adalah fungsi P dan O. Keempat fungsi itu tidak harus selalu ada pada setiap fungsi sintaksis. fungsi-fungsi mana yang bisa tidak muncul dan fungsi-fungsi mana yang harus selalu muncul, sehingga konstruksi tersebut bisa disebut sebagai sebuah struktur sintaksis.

Ÿ Chafe (1970) menyatakan bahwa yang paling penting dalam struktur sintaksis adalah fungsi predikat. Bagi Chafe predikat harus berupa verba, atau kategori lain yang diverbakan. Verba yang transitif memunculkan fungsi obyek dan verba yang menyatakan lokasi dan akan pula memunculkan fungsi keterangan yang berperan lokatif.

Ÿ Akibat dari pandangan ini, kalimat tanpa predikat = salah. Kata adalah merupakan verba kopula yang sepadan dengan to be dalam bahasa Inggris. Secara deskriptif dalam bahasa Inggris kata kerja to be memang harus selalu digunakan tetapi dalam bahasa Indonesia kata adalah bisa dilepaskan dalam konstruksi kalimat. begitu pula dengan kata menjadi.

Ÿ Akibat lain dari konsep bahwa subyek harus selalu diisi oleh nomina, maka kata berenang pada kalimat adik berenang, dianggap sebagai kategori nomina atau verba yang berfungsi sebagai nomina.

Dalam bahasa Indonesia urutan kata sangat penting tapi dalam bahasa Latin urutan kata tidak diperlukan karena yang memegang peranan penting dalam sintaksis bukan urutan tapi bentuk katanya.

Ÿ Alat sintaksis 3 dalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti sehingga timbul salah paham dalam intonasi. Intonasi dalam bahasa Indonesia itu penting untuk memahami dari suatu kalimat.

Contoh: Kucing / makan tikus mati. Akan berbeda arti dari :

Kucing makan tikus / mati

Kesalahanpahaman terhadap suatu konstruksi sebagai akibat dari kesalahan dalam pemberian tekanan. Konstruksi ambigu/ganda adalah konstruksi yang bisa bermakna ganda sebagai akibat dari tafsiran gramatikal yang berbeda.

Ÿ Alat taksis ke 4 adalah konektor, yang biasanya berupa morfem atau gabungan morfem yang secara kuantitas merupakan kelas yang tertutup.

Menurut sifat hubungannya morfem dibedakan menjadi 2 : konektor koordinatif dan konektor subkoordinatif. Konektor koordinatif yaitu konektor yang menghubungkan 2 klausa yang sederajat. Konjungsi yang dipakai : dan, atau, tetapi. Konektor subkoordinatif yaitu konektor yang menggabungkan 2 klausa yang tidak sederajat. Konjungsi yang dipakai: meskipun, karena, kalau.

6.2. Kata Sebagai Satuan Sintaksis

Dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frase. Ada 2 macam kata : kata penuh (full word) dan kata tugas (function word). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.

Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat bersendiri.

Kata penuh : nomina, verba, adverbia, dan numeralia, ajektifa.

Kata tugas : kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi

Kata tugas selalu terikat kata yang ada di belakangnya.

Kata-kata yang termasuk kata penuh dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis dapat pula berdiri sendiri sebagai jawaban, atau kalimat perintah atau kalimat minor lainnya.

6.3. FRASE

6.3.1. Pengertian Frase

Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau lazim disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. karena frasa adalah satuan gramatikal bebas terkecil, maka frase berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Frase tidak terdiri dari subyek – predikat atau predikat – objek. Karena frase merupakan salah satu fungsi sintaksis maka frase tidak dapat dipindah sendirian harus digunakan secara keseluruhan.

Contoh: kamar mandai, tidak boleh dipisah kamar dan mandi.

Perbedaan frase dan kata majemuk yaitu :

Ÿ Kata majemuk: komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, merupakan morfem terikat.

Ÿ Frase : tidak memiliki makna baru melainkan merupakan fungsi sintaksis dan makna gramatikal, merupakan morfem bebas yang benar-benar berstatus kata.

Contoh: Meja hijau : pengadilan (kata majemuk)

Meja saya : saya punya meja (frase)

6.3.2. Jenis Frase

Jenis frase yaitu:

1. Eksontrik

2. Endosentrik (subordinatif)

3. Koordinatif

4. Apositif

6.3.2.1. Frase Eksontrik

Adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengankeseluruhannya. Frase ini dapat mengisi fungsi keterangan.

Contoh: Ayah berdagang di pasar

Komponen di- maupun komponen pasar tidak dapat berdiri sendiri mengisi kata keterangan.

Frase Eksosentrik dibedakan menjadi 2:

1. Frase eksosentrik yang direktif ð komponen pertamanya berupa preposisi seperti di, ke, dan dari, komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina. Karena komponen pertama berupa preposisi maka disebut juga frase preposisional.

Contoh: di pasar, dari kertas

2. Frase eksosentrik nondirektif: komponen pertamanya artikulus (sebutan) komponen ke 2 berupa kata/kelompok kata kategori nomina, ajektifa, atau verba. Misal: si miskin, sang mertua.

6.3.2.2. Frase Endosentrik (Modifikatif) adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya (satu komponen dapat menggantikan keseluruhannya)

Contoh: Harga buku itu murah sekali

Harga buku itu murah

Frase modifikatif karena komponen keduanya yaitu bukan komponen yang bukan inti atau hulu.

Kata lain dari frase endosentrik (modifikatif) yaitu frase subordinatif karena salah satu komponennya yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, komponen lainnya : komponen yang membatasi (komponen bawahan)

Contoh: sedang membaca teh celup

Frase dilihat dari kategori intinya yaitu :

Ÿ Frase nominal : frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina. Contoh: sepeda motor.

Ÿ Frase verbal : frase yang intinya berupa kata verba.

Contoh: sudah mandi, sedang makan.

Ÿ Frase ajektiva : frase endosentrik yang intinya berupa kata ajektiva

Contoh: sangat cantik, merah jambu, dll.

Ÿ Frase numeralia : frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral

Contoh: tiga belas, dua puluh, dll.

6.3.2.3. Frase koordinatif

Adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama atau sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif baik yang tunggal seperti: dan, atau, maupun konjungsi terbagi seperti baik . . . baik, makin . . . makin, dan baik . . . maupun.

Contoh: sehat dan kuat, makin terang makin baik, dll.

Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis. Contoh: hilir mudik, sawah ladang, dll.

6.3.2.4. Frase Apositif

Adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan komponen dapat dipertukarkan.

Contoh: Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali

Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali.

6.3.3. Perluasan Frase

Frase dapat diperluas artinya frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.

Contoh: Kereta api

Kereta api ekspres

Kereta api ekspres malam

Faktor yang menyebabkan perluasan frase :

1. Harus disesuaikan dengan konsep atau pengetahuan yang ditampilkan

2. Karena pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar dan pembatas tidak dinyatakan dalam afiks seperti bahasa fleksi melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal.

3. Keperluan untuk memberi deskripsi terperinci terhadap suatu konsep.

6.4. KLAUSA

6.4.1. Pengertian Klausa

Klausa adalah runtunan kata-kata yang berkonsentrasi predikatif. Artinya di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan lain sebagai subyek, sebagai objek dan sebagai keterangan.

Ÿ Klausa Verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba. Berdasarkan tipe verba. Klausa verbal dibagi yaitu:

1) Klausa transitif : klausa yang predikatnya berupa verba transitif.

Contoh: nenek menulis surat.

2) Klausa intransitif : klausa yang predikatnya berupa verba intransitif

Contoh: adik menangis.

3) Klausa refleksif : klausa yang predikatnya berupa verba refleksi

Contoh: kakek sedang mandi

4) Klausa resiprokal : klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal

Contoh: keduanya bersalaman.

Ÿ Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa nominal/frase nominal. Contoh: dia dulu dosen di UNNES. Tapi kalimat yang menggunakan kata adalah / ialah bukan merupakan klausa nominal tetapi verba kopula.

Ÿ Klausa ajektiva adalah klausa yang predikatnya berupa ajektiva.

Ÿ Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbia. Contoh: bandelnya teramat sangat.

Ÿ Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase preposisi.

Ÿ Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata/frase numeralia.

Klausa berpusat adalah klausa yang subyeknya terikat pada predikatnya

6.5. KALIMAT

6.5.1. Pengertian Kalimat

Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi, serta disertai intonasi final.

6.5.2. Jenis Kalimat

1. Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti

Kalimat inti (kalimat dasar) adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif atau netral dan afirmatif.

Kalimat inti + proses transformasi = kalimat non inti

Kalimat noninti terjadi karena kalimat inti ditambah proses transformasi.

2. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari 2 klausa atau lebih.

Kalimat majemuk dibagi menjadi 3 :

a. Kalimat majemuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama atau sederajat.

b. Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status tidak sederajat. Konjungsinya: kalau, ketika, meskipun, karena, namun.

c. Kalimat majemuk kompleks adalah kalimat majemuk yang terdiri dari 3 klausa atau lebih, mengandung kalimat majemuk koordinatif dan subordinatif.

S P O K (sebab)

Klausa 1 Klausa 2 + Klausa 3

3. Kalimat mayor dan kalimat minor (berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat)

Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya sekurang-kurangnya memiliki memiliki unsur subyek dan predikat.

Kalimat minor adalah kalimat yang klausanya hanya terdiri subyek saja, predikat, obyek atau keterangan saja. biasanya merupakan jawaban suatu pertanyaan.

4. Kalimat verbal dan kalimat non verbal

Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata/frase yang berkategori verba.

Kalimat nonverba adalah kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori nonverba yaitu meliputi nominal, adjektival, adverbial, dan numeralial.

Kalimat verbal ada bermacam-macam jenis antara lain:

Ÿ Kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang biasanya diikuti oleh sebuah obyek kalau verba tersebut bersifat monotransitif dan diikuti oleh 2 obyek kalau verba tersebut bersifat bitransitif.

Ÿ Kalimat intransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang tidak memiliki objek.

Ÿ Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja aktif, ditandai dengan prefiks me- dan memper-

Ÿ Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja pasif, ditandai dengan prefiks di- dan diper-

Ÿ Kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif karena adanya kalimat aktif yang tidak bisa dipasifkan dan kalimat pasif yang tidak bisa diaktifkan.

Ÿ Kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.

Ÿ Kalimat nonverba adalah kalimat yang predikatnya bukan verba.

5. Kalimat bebas dan kalimat terikat

Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konfeks lain yang menjelaskannya.

Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks konjungsi yang digunakan maknanya, oleh karena itu dan jadi.

6.5.3. Intonasi Kalimat

Tekanan, nada, atau tempo bersifat fonemis pada bahasa tertentu. Artinya : ketiga unsur suprasegmental dapat membedakan makna kata karena berlaku sebagai fonem. Dalam bahasa Indonesia intonasi hanya berlaku pada tataran sintaksis.

Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan sebuah kalimat dari sebuah klausa sebab bisa dikatakan kalimat minus intonasi sama dengan klausa, jadi jika sebuah kalimat ditanggalkan bisa menjadi klausa.

Contoh intonasi.

Bacalah buku itu !

2 – 32 t / 21 lt #

n = naik

t = turun

/ = tekanan

Tekanan berbeda menyebabkan intonasi yang berbeda sehingga menimbulkan arti yang berbeda pula.

6.5.4. Modus, Aspek, Kala, Modalitas dan Diatesis

6.5.4.1. Modus

Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya.

Macam-macam modus, antara lain:

1. Modus indikatif atau modus deklaratif yaitu modus yang menunjuk-kan sifat obyektif atau netral.

2. Modus optatif yaitu modus yang menunjukkan harapan atau keinginan.

3. Modus imperaktif yaitu modus yang menyatakan perintah, larangan atau tegahan.

4. Modus introgatif yaitu modus yang menyatakan pertanyaan.

5. Modus obligatif yaitu modus yang menyatakan keharusan.

6. Modus desideratif yaitu modus yang menyatakan keinginan/kemauan

7. Modus kondisional yaitu modus yang menyatakan persyaratan.

6.5.4.2. Aspek

Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses.

Macam-macam aspek, antara lain:

1. Aspek kontinuatif yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung

2. Aspek insentif yaitu yang menyatakan peristiwa/kejadian yang baru dimulai.

3. Aspek progresif yaitu yang menyatakan perbuatan yang sedang berlangsung.

4. Aspek repetitif yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang.

5. Aspek prefektif yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai.

6. Aspek imprefektif yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar.

7. Aspek sesatif yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir

6.5.4.3. Kala

Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Biasanya menyatakan waktu kini, sekarang dan yang akan datang.

6.5.4.4. Modalitas

Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicaraan terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan dan peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicaranya.

Macam-macam modalitas:

1. Modalitas intensional : modalitas yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan atau juga ajakan.

2. Modalitas epistemik : modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian dan keharusan.

3. Modalitas deontik : modalitas yang menyatakan kerajinan/ keperkenaan.

4. Modalitas dinamik : modalitas yang menyatakan kemampuan.

6.5.4.5. Fokus

Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar/pembaca tertuju pada bagian itu.

Cara memfokuskan diri pada kalimat:

1. Memberi tekanan pada kalimat yang difokuskan.

2. Mengedepankan bagian kaliman yang difokuskan.

3. Memakai partikel pun, yang, tentang, dan adalah pada bagian kalimat yang difokuskan.

4. Mengontraskan dua bagian kalimat.

5. Menggunakan konstruksi posesif anarforis gerateseden.

6.5.4.6. Diatesis

Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dilakukan dalam kalimat itu.

Macam-macam diatesis antara lain:

1. Diatesis aktif yakni jika subyek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan.

2. Diatesis pasif jika subyek menjadi sasaran perbuatan.

3. Diatesis reflektif : jika suatu subyek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri.

4. Diatesis resiprokal : jika subyek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan.

5. Diatesis kausatif : jika subyek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.

6.6. WACANA

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Kekoherensian yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut.

Kekoherensian wacana dilakukan dengan :

1. Mengulang kata kunci

2. Menggunakan konjungsi

3. Menggunakan kata ganti

6.6.2. Alat Wacana

Alat-alat gramatikal yang digunakan untuk membuat wacana menjadi kohesif, antara lain:

1. Konjungsi : menghubungkan antar kalimat, antar paragraf.

2. Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis.

3. Menggunakan elipsis : penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.

Sebuah wacana kohesif dan koherens dapat juga dibuat dengan bantuan pelbagai aspek semantif. Caranya:

1. Menggunakan hubungan pertentangan

2. Menggunakan hubungan generik-spesifik/sebaliknya

3. Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat

4. Menggunakan hubungan sebab akibat diantara isi kedua bagian kalimat

5. Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana

6. Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada 2 kalimat pada satu wacana.

6.6.3. Jenis Wacana

Jenis wacana berkenaan sarananya:

1. Wacana lisan

2. Wacana tulisan

Jenis wacana dilihat dari penggunaan bahasa

1. Wacana prosa

2. Wacana puisi

Wacana puisi ini dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi:

1. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal.

2. Wacana eksposisi bersifat memaparkan topik atau fakta.

3. Wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang.

4. Wacana argumentasi bersifat memberi argumen atau alasan terhadap sesuatu hal.

6.6.4. Subsatuan Wacana

Subsatuan wacana meliputi:

1. Bab

2. Subbab

3. Paragraf

4. Subparagraf

6.7. CATATAN MENGENAI HIERARKI SATUAN

Urutan hierarki adalah urutan normal teoritis. faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan.

1. Pelompatan tingkat

2. Pelapisan tingkat

3. Penurunan tingkat

Bagian urutan hierarki satuan

Wacana

Kalimat

Klausa

Frase

Kata

Morfem

 

Rina Eka Wati_1402408136_bab 7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 9:08 pm

BAB 7

TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK

Semantik dengan objeknya yakni makna merupakan unsur yang berada di semua tataran yang bangun-membangun, yaitu di dalam tataran Fonologi, Morfologi dan Sintaksis. Chomsky, bapak Linguistik transformasi, dalam bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah Sintaksis dan Fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen ini.

7.1 HAKIKAT MAKNA

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari komponen signifian atau “yang mengartikan” yang berwujud runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” berupa pengertian atau konsep.Umpamanya tanda linguistik berupa meja dapat dilihat dalam bagan berikut:

/m/, /e/, /j/, /a/

(signifian)

meja

‘sejenis perabot rumah tangga’

(signifie)

dalam bahasa luar bahasa

Bagan tersebut juga dapat ditampilkan dalam bentuk segitiga, disebut juga segitiga Richard dan Odgent.

(b)konsep

(a)tanda linguistik (c)referen

<m-e-j-a> <bentuk meja>

(a) dan (c) mempunyai hubungan tak langsung, sebab (a) adalah masalah dalam bahasa dan (c) masalah luar bahasa yang hubungannya bersifat arbitrer. Sedangkan (a) dan (b) sama-sama berada di dalam-bahasa;(c) adalah acuan dari (b). Sehingga (a) dan (b), serta (b) dan (c) mempunyai hubungan langsung.

Makna sebuah kata dapat ditentukan apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Selanjutnya makna kalimat dapat ditentukan bila kalimat tersebut sudah berada dalam konteks wacananya atau situasinya.

7.2 JENIS MAKNA

Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

7.2.1 Makna Lesikal, Gramatikal, dan Kontekstual

* Makna Lesikal adalah makna yang ada pada lekse atau kata meski tanpa konteks apapun (makna sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia).

* Makna Gramatikal adalah makna yang terbentuk dari proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.

Contoh: 1. ber+baju mempunyai makna ’mengenakan baju’

2. sate+lontong melahirkan makna ’bercampur’

* Makna Kontekstual adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:

1. Rambut di kepala nenek telah berwarna putih.

2. Nomor telepon ada pada kepala surat itu.

7.2.2 Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial bila mempunyai acuan. Kata-kata seperti kuda, gambar, dan merah bermakna referensial karena mempunyai acuan di dunia nyata. Sedangkan kata seperti dan, atau, karena tidak mempunyai acuan sehingga bermakna non-referensial.

7.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna Denotatif adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif sama dengan makna leksikal. Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa. Umpamanya kata kurus, ramping, dan kerempeng sebenarnya mempunyai makna yang sama, tetapi ketiganya mempunyai konotasi yang berbeda.

7.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) menyatakan bahwa makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Jadi makna konseptual sama dengan makna denotatif, leksikal, maupun referensial. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu di luar bahasa. Misalnya kata merah berasosiasi dengan ’berani’.

7.2.5 Makna Kata dan Makna Istilah

Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna denotatif, leksikal, atau konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas bila sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang sudah pasti walaupun tidak berada dalam konteks kalimat.

7.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya. Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu:

* Idiom penuh yaitu bila unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, misalnya, ’membanting tulang’ dan ’meja hijau’.

* Idiom sebagian yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya ’buku putih’ yang berarti ’buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat diketahui dari makna unsur-unsurnya karena ada asosiasi antara makna asli dengan maknanya dalam peribahasa. Umpamanya peribahasa ’seperti kucing dengan anjing’ yang bermakna ’dua orang yang tak pernah akur’.

7.3 Relasi Makna

Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

7.3.1 Sinonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu kata dengan kata yang lain.

7.3.2 Antonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan pertentangan makna antara kata satu dengan yang lain. Antonim dibedakan menjadi:

· Antonim yang bersifat mutlak, misalnya hidup >< mati.

· Antonim yang bersifat relatif, misalnya besar >< kecil.

· Antonim yang bersifat relasional, misalnya suami >< istri.

· Antonim yang bersifat hirearkial, misalnya gram >< kilogram.

· Antonim Majemuk, misalnya berdiri mempunyai lawan kata; duduk, tidur, tiarap, jongkok.

7.3.3 Polisemi

Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia; (2) ketua/pemimpin; (3) bagian penting.

7.3.4 Homonimi

Yaitu dua buah kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dengan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.

7.3.5 Hiponimi

Adalah hubungan antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata yang lain. Misalnya:

burung

merpati tekukur perkutut balam elang

7.3.6 Ambigu atau Ketaksaan

Adalah gejala terjadinya kegandaan makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, ’buku sejarah baru’ dapat berarti ’buku sejarah yang baru’ atau ’buku yang memuat sejarah baru’.

7.3.7 Redundansi

Yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, ’bola itu ditendang oleh Dika’ menggunakan kata oleh yang dianggap redundans.

7.4 PERUBAHAN MAKNA

Secara diakronis makna kata dapat berubah dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra dan adanya asosiasi. Kata dapat mengalami penyempitan makna, misalnya kata ’sarjana’. Kata juga dapat mengalami perluasan makna, misalnya kata ’ibu’ atau kata ’bapak’.

7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada dalam satu medan makna. Sedankan usaha untuk menganalisis unsur-unsur yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

7.5.1 Medan Makna

adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari realitas di alam semesta tertentu, misalnya, nama-nama warna.

7.5.2 Komponen Makna

Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Contoh analisis komponen makna yaitu:

Komponen makna

Ayah

Ibu

1. manusia

+

+

2. dewasa

+

+

3. jantan

+

4. kawin

+

+

7.5.3 Kesesuaian Semantik dengan Sintatik

Masalah gramatikal dan semantik dapat mempengaruhi berterima tidaknya sebuah kalimat. Misalnya kalimat ’Kambing yang Pak Udin terlepas lagi’ bisa diterima bila dikatakan ’Kambing Pak Udin terlepas lagi’.

Menurut Chafe (1970) inti sebuah kalimat adalah predikat atau kata kerjanya. Perhatikan bagan berikut:

Subjek Predikat Objek

/+nomina/ membaca /+nomina/

/+manusia/ /+manusia/ /+bacaan/

/+bacaan/

 

Hermadhani Safitri_1402408156_BAB 6

Filed under: BAB VI — pgsdunnes2008 @ 9:05 pm

Nama: Hermadhani Safitri

NIM : 1402408156

BAB 6

SINTAKSIS


Sintaksis berasal dari bahasa Yunani. Berasal dari kata sun yang artinya dengan dan attein yang berarti menempatkan. Secara entimologi, sitaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

6.1.Struktur SintaksisA

Struktur Sintaksis meliputi:

1. Fungsi sintaksis; menggunakan kelompok istilah: subjek, predikat, objek, keterangan

2. Kategori sintaksis; menggunakan kelompok istilah: nomina verba, ajektifa, numeralia

3. Peran sintaksis; menggunakan kelompok istilah: pelaku, penderita, penerima

Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh:

* Urutan kata, yaitu: letak atau posisi kata yang satu dengan yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis.

* Bentuk kata

* Intonasi

* Konektor, bertugas menghubungkan dua konstituen yang kedudukannya tidak sederajat.

Berdasarkan sifat hubungannya, konektor dibedakan menjadi dua macam:

1. Konektor koordinatif, yaitu: konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang sederajat.

Konjungsi koordinatif: dan, atau, tetapi

2. Konektor subordinatif, yaitu: konektor yang menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat.

Konjungsi subordinatif: kalau, meskipun, karena.

6.2.Kata sebagai Satuan Sintaksis

Kata adalah: satuan terkecil dalam tataran sintaksis, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, atau frase.

Dalam sintaksis, kata berperan sebagai:

* Pengisi fungsi sintaksis

* Penanda kategori sintaksis

* Perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.

Kata dibedakan menjadi dua macam:

1. Kata penuh (fullword), yaitu: kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Contoh: masjid, rumah, kucing.

2. Kata tugas (functionalword), yaitu: kata yang secara leksikal tidak memiliki makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan dalam pertuturan tidak dapat bersendiri. Contoh: dan, meskipun, di.

6.3.Frase

Yaitu: satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif. Contoh: belum makan (karena dibentuk oleh morfem bebas)

Perbedaan frase dengan kata majemuk:

Frase:

* Tidak memiliki makna baru. Contoh: meja saya (meja kepunyaan saya).

* Kedua komponen frase dapat disela dengan unsur lain. Contoh: mata guru menjadi matanya guru.

* Kedua komponen frase terdiri dari morfem bebas. Contoh: lemari buku.

Kata majemuk:

* Komposisi yang memiliki makna baru. Contoh: meja hijau (pengadilan).

* Kedua komponen tidak dapat disela unsur lain. Contoh: mata sapi (telur goreng tanpa dihancurkan)

* Komponennya berupa morfem dasar terikat. Contoh: daya juang.

Ü Jenis Frase

1. Frase Eksosentrik

Yaitu: frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya

Frase eksosentrik dibedakan atas:

a. Frase eksosentrik direktif (frase preposisional)

Yaitu: yang komponen pertamanya berupa preposisi dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang biasanya berkategori nomina. Contoh: dari pasar, dengan pisau.

b. Frase eksosentrik nondirektif

Yaitu: yang komponen pertamanya beripa artikulus (seperti: si, sang, yang, para, dsb), sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa atau verba. Contoh: si miskin, kaum cerdik pandai.

2. Frase Endosentrik

Yaitu: frase yang salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Misalnya: sedang membaca, bisa menjadi membaca.

Berdasarkan intinya, frase endosentrik dibedakan menjadi:

î Fase nominal, yaitu: frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina. Contoh: bus sekolah.

î Frase verbal, yaitu: frase endosentrik yang intinya berupa kata verba. Contoh: sedang membaca.

î Frase ajektifa, yaitu: frase endosentrik yang intinya berupa kata ajektifa. Contoh: cantik sekali.

î Frase numeralia, yaitu: frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral. Contoh: tiga belas.

3. Frase Koordinatif

Yaitu: frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif dengan baik yang tunggal maupun konjungsi terbagi. Contoh: sehat dan kuat, makin terang makin baik.

Frase parataksis yaitu: frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit contoh: hilir mudik, tua muda, dua tiga hari.

4. Frase Apositif

Yaitu: frase koordinat yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, sehingga urutan komponennya dapat dipertukarkan. Contoh: Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali, menjadi Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali.

Ü Perluasan Frase

Maksudnya frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep yang akan ditampilkan. Contoh: kamar tidur, diperluas menjadi kamar tidur saya.

Faktor yang menyebabkan perluasan frase sangat produktif di Indonesia:

1. Untuk menyatakan konsep-konsep khusus atau sangat khusus, biasanya diterangkan secara leksikal. Contoh: kereta, menjadi kereta api, menjadi kereta api ekspres.

2. Pengungkapan konsep kata, modalitas, aspek jenis, jumlah ingkar, pembatas tidak dinyatakan dengan afiks melainkan dengan unsur leksikal.

3. Keperluan untuk memberi diskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep terutama konsep nomina.

6.4.Klausa

Yaitu: satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Contoh: Nenek mandi.

Ü Jenis Klausa

1. Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan menjadi:

î Klausa bebas, yaitu: klausa yang memiliki unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat. Sehingga berpotensi menjadi kalimat mayor. Contoh: Kakekku gagah berani.

î Klausa terikat, yaitu: klausa yang memiliki struktur yang tidak lengkap. Contoh: tadi pagi.

2. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya, klausa dibedakan menjadi,

î Klausa verbal, yaitu: klausa yang predikatnya berkategori verba. Contoh: nenek mandi.

Sesuai dengan adanya tipe verba, maka dikenal adanya:

a. Klausa transitif, yaitu: klausa yang predikatnya berupa verba transitif.

Contoh: Nenek menulis surat.

b. Klausa intransitif, yaitu: klausa yang predikatnya berupa verba intransitif.

Contoh: Nenek menangis.

c. Klausa refleksif, yaitu: klausa yang predikatnya berupa verba refleksif.

Contoh: Nenek sedang berdandan.

d. Klausa respirokal, yaitu: klausa yang predikatnya berupa verba respirokal.

Contoh: Keduanya bersalaman.

e. Klausa nominal, yaitu: klausa yang predikatnya berupa verba nomina.

Contoh: Dia dulu dosen linguistik.

f. Klausa ajektifal, yaitu: klausa yang predikatnya berkategori ajektifa.

Contoh: Ibu dosen itu cantik sekali.

g. Klausa adverbial, yaitu: klausa yang predikatnya berupa adverbia.

Contoh: Bandelnya teramat sangat.

h. Klausa preposisional, yaitu: klausa yang predikatnya berupa frase berkategori preposisi.

Contoh: Dia dari Medan.

i. Klausa numeral, yaitu: klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeral.

Contoh: gajinya adalah lima juta sebulan.

6.5.Kalimat

Yaitu: satuan sintakasis yang disusun dati konstituen dasar, biasa berupa klausa, dilengkapi konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.

Intonasi final ada tiga macam, yaitu:

1. Intonasi deklaratif, dilambangkan dengan tanda titik.

2. Intonasi integratif, dilambangkan dengan tanda tanya.

3. Intonasi seru, dilambangkan dengan tanda seru.

Ü Jenis Kalimat

1. Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti

Kalimat inti (dasar), yaitu: kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap, bersifat deklaratif, aktif atau netral dan afirmatif.

Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat non-inti melalui proses transformasi. Seperti transormasi pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan, penginversian, pelepasan dan penambahan.

2. Kalimat Tunggal atau Kalimat Majemuk

î Kalimat tunggal yaitu: kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa.

Contoh: Dia membuka pintu

î Kalimat majemuk, yaitu: kalimat yang terdiri lebih dari satu klausa.

Contoh: Ibu memasak ketika ayah membaca koran.

Kalimat majemuk dibedakan menjadi:

a. Kalimat majemuk koordinatif (kalimat majemuk setara)

Yaitu: kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status sama atau sederajat. Dihubungkan dengan konjungsi: dan, atau, tetapi, lalu.

b. Kalimat majemuk subordinatif (kalimat majemuk bertingkat)

Yaitu: kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak sama atau sederajat. Dihubungkan dengan konjungsi: kalau meskipun, karena.

Proses terbentuknya kalimat majemuk subordinatif:

* Hasil proses menggabungkan dua buah klausa atau lebih, dimana klausa yang satu dianggap sebagai klausa atasan, dan yang lain sebagai klausa bawahan.

* Hasil proses perluasan terhadap salah satu unsur klausanya

c. Kalimat majemuk kompleks (kalimat majemuk campuran)

Yaitu: kalimat majemuk yang terdiri dari tiga buah klausa atau lebih, dimana ada yang dihubungkan secara koordinatif dan ada pula yang secara subordinatif.

3. Kalimat Mayor dan Kalimat Minor

î Kalimat mayor, yaitu: kalimat yang memiliki unsur lengkap, sekurang-kurangnya subjek dan predikat.

Contoh: Nenek berlari pagi.

î Kalimat minor, yaitu: kalimat yang unsur-unsurnya tidak lengkap.

Contoh: Sedang makan.

4. Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal

î Kalimat verbal, yaitu: kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verbal.

Macam-macam kalimat verbal:

a. Kalimat transitif, yaitu: kalimat yang predikatnya berupa verba transitif.

Contoh: Dika menendang bola.

b. Kalimat intransitif, yaitu: kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif.

Contoh: Nenek menari.

c. Kalimat aktif, yaitu: kalimat yang predikatnya berupa kata kerja aktif.

Contoh: Ibu menulis surat.

d. Kalimat pasif, yaitu: kalimat yang predikatnya berupa kata kerja pasif.

Contoh: Surat ditulis ibu.

e. Kalimat dinamis, yaitu: kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.

Contoh: Mahasiswa itu pulang.

î Kalimat non-verbal, yaitu: kalimat yang predikatnya bukan verba.

5. Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat

î Kalimat bebas, yaitu: kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lainyang menjelaskannya.

î Kalimat terikat, yaitu: kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks.

· Intonasi Kalimat

Intonasi dapat diuraikan atas ciri-cirinya yang berupa:

* Tekanan, yaitu: ciri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran.

* Tempo, yaitu: waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arus ujaran.

* Nada, yaitu: unsur suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran.

· Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis

Ü Modus yaitu: pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya.

Macam-macam modus:

1. Modus indikatif/deklaratif: modus yang menunjukkan sikap objektif atau netral.

2. Modus optatif: modus yang menunjukkan harapan atau keinginan.

3. Modus imperatif: modus yang menyatakan perintah, larangan atau cegahan.

4. Modus interogatif: modus yang menyatakan pertanyaan.

5. Modus obligatif: modus yang menyatakan keharusan.

6. Modus desideratif: modus yang menyatakan keinginan atau kemauan.

7. Modus kondisional: modus yang menyatakan persyaratan.

Ü Aspek yaitu: cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses.

Macam-macam aspek:

1. Aspek kontinuatif: yang menyatakan perbuatan terus berlangsung.

2. Aspek inseptif: menyatakan kejadian baru mulai.

3. Aspek progresif: menyatakan perbuatan sedang berlangsung.

4. Aspek repetitif: menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang.

5. Aspek perfektif: menyatakan perbuatan sudah selesai.

6. Aspek imperfektif: menyatakan perbuatan berlangsung sebentar.

7. Aspek sesatif: menyatakan perbuatan berakhir.

Ü Kala yaitu: informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebutkan dalam predikat.

Ü Modalitas yaitu: keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa, sikap terhadap lawan bicaranya.

Jenis-jenis modalitas:

1. Modalitas intensional, yaitu: menyatakan keinginan, harapan, permintaan, ajakan.

2. Modalitas epistemis, yaitu: menyatakan kemungkinan, kepastian, dan keharusan.

3. Modalitas deonetid, yaitu: menyatakan keizinan dan keperkenaan.

4. Modalitas dinamik, yaitu: menyatakan kemampuan.

Ü Fokus yaitu: unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehigga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu.

Dalam bahasa Indonesia, fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara:

1. Memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan. Contoh: Dia menangkap ayam saya.

2. Mengedepankan kalimat yang difokuskan. Contoh: Oleh pemerintah hal itu telah disampaikan kepada DPR.

3. Memakai partikel: pun, yang, tentang, adalah. Contoh: membacapun aku belum bisa.

4. Mengontraskan bagian kalimat. Contoh: Anak Bapak bukan bodoh, melainkan kurang rajin.

5. Menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden. Contoh: Ayah saya ban sepedanya kempes menjadi Ban sepeda ayah saya kempes.

Ü Diatesis yaitu: gambaran hubungan antara pelaku dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.

Macam-macam diatesis:

1. Diatesis aktif, yakni: jika subjek melakukan perbuatan.

2. Diatesis pasif, yakni: subjek menjadi sasaran perbuatan.

3. Diatesis reflektif, yakni: subjek melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri.

4. Diatesis respirokal, yakni: jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan.

5. Diatesis kausatif, yakni: jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.

6.6.Wacana

Yaitu: satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.

Ü Alat Wacana

1. Konjungsi, yaitu: untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat.

2. Kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anatoris.

3. Elipsis, yaitu: penghilangan bagian kalimat yang sama terhadap kalimat lain.

Ü Jenis Wacana

1. Menurut sasarannya: wacana lisan dan tulisan.

2. Menurut penggunaan bahasa ataukah puitik: wacana prosa dan wacana puisi.

3. Menurut penyampaian isi: wacana narasi, eksposisi, persuasi, argumentasi.

 

Guntur Abdul Rohman_1402408071_bab 6 Oktober 27, 2008

Filed under: BAB VI — pgsdunnes2008 @ 6:29 pm

Nama : Guntur Abdul Rohman

Nim : 1402408071

TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

6(1) KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

Morfologi kata adalah satuan terbesar(satuan terkecil adalah morfem) tetapi dalam sintaksis. Kata merupakan satuan terkecil pembentyuk satuan sintaksis . kata berperan sebagai pengisi fungsi sintasis dalam hal ini kata dibagi menjadi dua 1. kata penuh adalah kata yang memiliki makna 2. kata tugas adlah kata yang btidak memiliki makna . contoh kata penuh: kata yang termasuk kategori nomina, verba, adjektifa, adverbial dan numeria, contoh kata tugas: kata yang berkategori preposisi.

6(2)1 FRASE

Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif . Frase berbeda dengan kata frase dapat diselipi kata-kata sedangkan

kata tidak . contoh “Nenek saya “ ditambah “ dari “ mejadi “Nenek dari saya “.

6(2)2 JENIS FRASE

1. frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluhannya contoh : frase “di pasar” terdri dari komponen “di “ dan “pasar “ keduanya tidak dapat berdiri sendiri

2. farse indosentrik adalah frase yang salah satu uunsurnya memiliki prilaku sintaksis yang sama contoh : frase”sedang membaca “ terdiri dari unsure “sedang”dan unsur “membaca “ keduanya dapat berdirisendiri

6(2)3 PERLUASAN FRASE

Frase dapat diperluas dengan cara diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep yang diinginkan contoh : Frase “di kamar tidur” diperluas menjadi “di kamar tidur saya “

6(3)1 KLAUSA

Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. contoh : Nenek mandi.

Fungsi-fungsi sintaksis

1 subjek adalah dasar bahasan

2 predikat adalah pernyataan mengenai subjek

3 objek, ada dua :

a. objek langsung adalah objek yang menjadi sasaran predikat

b. objek tak langsung adalah objek yang memperoleh manfaat

dari predikat

4.Keterangan adalah bagian dari klausa yang memberi informasi tambahan.

6(3)2 JENIS-JENIS KLAUSA

Menurut strukturnya ada dua :

1. klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsure subjek dan predikat

2. klausa terikat adalah klausa yang hanya memiliki subjek saja , objek saja , maupun

keterangan saja .

Menurut kategori unsure segmental yang menjadi predikat ada 5 :

  1. klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba.
  2. klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berkategori nomina
  3. klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berkategori adverbial.
  4. klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berkategori numeralia .
  5. klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berkategori preposisi .

6(4)1 KALIMAT

Adalah satuan sintaksis dari konstituen dasar barupa klausa dilengkapi dengan konjungsi serta intonasi final.

6(4)2 JENIS-JENIS KALIMAT

A. Kalimat inti adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti .

B. Kalimat non inti adalah kalimat inti yang diubah dengan proses transformasi

C. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa .

D. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa .

Kalimat majemuk ada 2 :

a. kalimat majemuk koordinatif (setara ) adalah kalimat majemuk yang klausanya

sama atau setara.

b. kalimat majemuk subkoordinatif adalah kalimat majemuk yang klausanya tidak

setara.

E. Kalimat mayor adalah kalimat yang memiliki unsure subjek dan predikat. F. Kalimat minor adalah kalimat yang hanya terdiri dari subjek saja, predikat saja objek saja maupun keterangan saja .

G. Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal .

H. Kalimat non verbal adlah kalimat yang dibentuk bukan dari klausa verbal .

I. Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja aktif .

J. Kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis

menyatakan tindakan.

K. Kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis

tidak menyatakan tindakan

L. Kalimat bebas adalah kalimat yang dapat memulai sebuah paragraf tanpa bantuan

kalimat lain.

6(4)2 MODUS ,ASPEK,KALA,MODALITAS, FOKUS, DAN DIATESIS

Modus adalah pengungkapan suasana psikologis perbuatan menurut tatsiran si pembicara.

Macam-macam modus : a. modus deklaratif(modus menunjukkan sikap objektif )

b.modus optatif (modus yang menunjukan harapan)

c.modus imperative (modus yang menunjukkan perintah)

d. modus interogatif ( modus yang menunjukkan pertanyaan)

e. modus obligatf ( modus yang menunjukkan keharusan)

f. modus desideratif ( modus yang menunjukkan keinginan )

g. modus kondisional ( modus yang menunjukkan persyaratan )

6(4)3 Aspek

aspek adalah cara untuk me,andang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, dan proses. Jenis aspek :

  1. aspek kontinuatif, yaitu menyatakan perbuatan terus langsung
  2. aspek inseptis, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejkadian yang baru mulai
  3. aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan yang sedang berlangsung
  4. aspek repretitif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang
  5. aspek perfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu sudah selesai
  6. aspek imperfektif, yaitu yang menytakan perbuatan itu berlangsung sebentar
  7. aspek sesatif, yaitu menyatakan perbuatan berakhir

6(4)4 Kala

kala atau tensis adal;ah informasi dalam kalimat ynag menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di adalm predikat.

6(4)5 Modalitas

modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Contoh : Barangkali dia tidak akan hadir. Jenis modalitas :

  1. Modalitas intensional, yaitu modfalitas yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan, dan ajakan.
  2. Modalitas epistemic, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian, dan keharusan.
  3. Modalitas deontik, yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenaan.
  4. Modalitas dinamik, yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan.

6(4)6 Fokus

focus adalah unsure yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembicara tertuju pada bagian itu. Dalam bahasa Indonesia focus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara; anatar lain:

  1. Pertama, dengan memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan.
  2. Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan.
  3. Ketiga, dengan cara memakai partikel pun, yang, tentang, dan adalah.
  4. Keempat, dengan mengontraskan dua bagian kalimat.
  5. Kelima, dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

6(4)7 Diatesis

Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Jenis-jenis diatesis:

  1. Diatesis aktif, yaitu jika subjek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan.
  2. Diatesis pasif, yaitu jika subjek menjadi sasaran perbuatan.
  3. Diatesis refleksif, yaitu jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri.
  4. Diatesis resiprokal, yaitu jika subjek terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan.
  5. Diatesis kausatif, yaitu jiaka subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.

6(6) Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu terdxapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh. Sehingga dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun. Se3bagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, maka dalam wacana itu kalimat-kalimat memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itusudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsure-unsur dalam wacana tersebut.

6(5)1 Alat Wacana

Alat wacana dapat berupa aspek gramatikal atau aspek semantic. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain:

  1. Konjungsi, yaitu alat yang menghubungkan bagian-bagian kalimat atau paragraph.
  2. Menggunakan kata ganti, kata ganti tersebut seperti: dia, nya, mereka, ini dan itu.
  3. Ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama antara kalimat yang lain.

Selain dengan alat-alat gramatikal juga debgan alat-alat semantic. Caranya antara lain:

  1. Menggunakan hubungan pertentangan antar kalimat dalam wacana.
  2. Menggunakan hubungan generic-spesific atau sebaliknya.
  3. Menggunakan hubungan perbandingan antar kalimat dalam wacana.
  4. Menggunakan hubungan sebab akibat antara isi kedua bagian kalimat dalam wacana.
  5. Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
  6. Menggunakan hubungan rujukan pada dua kalimat dalam wacana.

6(5)2 Jenis Wacana

Ditentukan dari sudut pandang dari mana wacana itu dilihat, ada wacana lisan dan wacana tulis yang berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi. Wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi :

  1. Wacana narasi, bersifat menceritakan suatu topic.
  2. Wacana eksposisi, bersifat memaparkan suatu topic dan fakta.
  3. Wacana persuasi bersifat mengajak dan menganjurkan atau melarang.
  4. Wacan argumentasi bersifat memberi alas an terhadap suatu hal.

6(5)3 Sub Satuan Wacana

Dalam suatu wacana biasanya akan dibagi dalam beberapa bab; tiap bab akan dibagi lagi dalam beberapa sub bab; setiap sub bab disajikan dalam beberapa paragraph, atau sub paragraph. Setiap paragraph biasanya berisi gagasan yang disertai dengan beberapa penjelas.

 

Siti_Kumaeroh-1402408310-Bab_5 Oktober 26, 2008

Filed under: BAB V — pgsdunnes2008 @ 8:43 pm

Disusun Oleh :

Nama                  : Siti Kumaeroh

NIM                   : 1402408310

Rombel               : 03

Kelas                  : 1E

Mata Kuliah        : Bahasa Indonesia

Pengampu           : Bapak Umar Samadhy

Jurusan                : Pend. Guru SD

Fakultas              : FIP UNNES

Alamat                : Ds. Brumbung Rt/Rw.03/IV   Mranggen, Demak

BAB 5

TATARAN LINGUISTIK (2);

MORFOLOGI

Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap telah kita segmentasikan ujaran itu, sehngga akhirnya kita dapatkan suatu bunyi terkecil dari arus ujaran itu disebut Fonem. Diatas satuan fonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut silabel.

Diatas satuan silabel itu secara kualitas ada satuan lain yang fungsional yang disebut morfem. Sebagai satuan fungsional, morfem ini merupakan satuan grametikal terkecil yang mempunyai makna.

5.1 MORFEM

Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfom, karena konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaun struktualis pada abad ke duapuluhan.

5.1.1 Identifikasi Morfem

Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut didalam kehadirannya dengan bentuk – bentuk yang lain. Kalau bentuk tersebut ternyata berulang – ulang maka  bentuk itu adalah sebuah morfem. Selain itu kita juga harus mengenal maknanya.

5.1.2 Morf dan Alomorf

Morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang – ulang dalan satuan yang lain. Sedangkan alomorf adalah perwujudan konkret dari sebuah morfem. Selain itu bias juga morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf merupakan nama untuk semua bentuk yang belum diketahui. Sedangkan alomorf merupakan nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.

5.1.3 Klsifikasi Morfem

Morfem – morfem dalam setiap bahasa diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria, Antara lain:

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat.

Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, runah, dan bagus. Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.

Menurut Vehaar kalimat imperative adalah kalimat ubahan dari kalimat deklaratif. Dalam kalimat deklaratif  harus digunakan prefiks inflektif, sedangkan dalam kalimat imperative, juga dalam kalimat parsitif harus digunakan prefiks inflektif Ө. Sedangkan yang disebut klitika adalah bentuk – bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain tetapi dapaat dipisahakan.

2. Morfem Utuh  dan Morfem Terbagi

Semua morfem dasar bebas yang dibicarakan adalah termasuk morfem utuh. Seperti {meja}, {kursi},{kecil}, dll.Begitu juga dengan sebagian morfem terikat seperti {ber -},{henti},{juang}. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.

3. Morfem Segmental dan Suprasegmental

Morfem segmental adalah morfem yang terbentuk oleh fonem – fonem segmental, seperti morfem {lihat},{lah}, dan {sikat}. Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfeM suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsure – unsure suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi dan sebagainya.

4. Morfem Beralomorf Zero

Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsure suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.

5. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna leksikal

Morfem bermakna leksikal adalah morfem – morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu terproses dulu dengan morfem lain. Sedangkan, morfem tidak bermakna leksikal biasanya tidak mempunyai makna apa – apa pada dirinya sendiri.

5.1.4 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (stem) dan Akar (root)

Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Istilah bentuk dasar biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Istilah Pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif.

Sedangkan akar digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh.

5.2 KATA

5.2.1 Hakikat Kata

Menurut bahasawan tradisional, kata adalah suatu bahasa yang memiliki suatu pengertian. Sedangkan, menurut Bloomfild, kata adalah satuan bebas terkecil yang tidak pernah diulas atau dikomentari, seolah – olah batasan itu sendiri bersifat final.

5.2.2 Klasifikasi Kata

Dalam mengklasifikasikan kata tidak pernah tertuntaskan karena bahasa mempunyai  cirinya masing – masing dan criteria yang digunakan untuk membuat klasifikasi kata itu bias bermacam – macam.

Dengan mengenal kelas sebuah kata, yang dapat kita identifikasikan dari ciri – cicinya. Selain itu kita dapat memprediksikan penggunaan kata itu dalam ujaran.

5.2.3 Pembentukan Kata

Pembentukan itu mempunyai dua sifat yaitu :

1. Inflektif

Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin berupa prefiks, infiks atau juga berupa modifikasi internal, yakni perubahan yang terjadi didalam bentuk  dasar itu.

2. Derivatif

Pembentukan kata secara inflektif itu tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda. Sedangkan pembentukan kata secaea derivative membentuk kata baru, kata identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.

5.3 PROSES MORFEMIS

Proses Morfemis ini berkenaan dengan :

1. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsure – unsur yaitu:

(1) Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi.

(2) Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar  dalam proses penbentukan kata.

(3) Makna Grametikal yang dihasilkan

Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasr biasanya dibedakan adanya

a.) Prefiks, adalah afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk dasar.

b.) Infiks, adalah afiks yang diimbuhkan ditengah bentuk dasar.

c.) Sufiks, adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.

d.) Konfiks, adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang baguan pertama berposisi  pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua pada akhir bentuk dasar.

e.) Interfika, adalah afiks yang berwujud vocal – vocal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar.

2. Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatic (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Sedangkan yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.

3. Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Vehaar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurenya tidak bersifat sintaksis. Sedangkan Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap berstatus kata. Selain itu kata majemuk harus dibedakan dari idiom, sebab kata majemuk adalah konsep sintaksis, sedangkan idiom adalah konsep semantis.

4. Konversi, Modifikasi internal, dan Suplesi

Korversi, sering disebut juga derivasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsure segmental. Modifikasi Iternal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsure – unsure kedalam morfem yang berkerangka tetap. Ada jenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena cirri – cirri bentuk dasar itu berubah total.

5. Pemendekan

Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.

6. Produktifitas Proses Moprfemis

Produktifitas proses morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu terutama afiksasi, reduplikasi dan komposisi, digunakan berulang – ulang yang secara relative tak terbatas artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru drngan proses tersebut. Proses Inflektif tidak dapat dikatakan proses yang produktif karena tidak dapat membentuk kata baru. Jdi daftarnya adalh daftar tertutup. Misalnya, street hanya mempunyai dua alternal yaitu street dan jamaknya : streets. Lain halnya dengan derivasi. Proses derivasi bersifat terbuka. Artinya penutur bahasa dapat membuat kata – kata baru, bersifat produktif. Misalnya, kemenarikan akan segera mengerti kata itu karena mereka sudah tahu kata menarik dan tahu fungsi penominalan konfiks ke- / -an.

D. Morfofonemik

Morfofonemik adalh peristiwa berubahnya wujud morfemis dalan suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Perubahan fenom dalam proses morfofnemik ini dapat berwujud :

  1. Pemunculan fenom, misalnya : me- dengan bentuk dasar baca; dimana muncul konsonan sengau / m /, me- + baca → membaca.
  2. Pelepasan fenom, misalnya : akhiran wan pada kata sejarah; dimana fenom / h / menjadi hilang, sejarah + wan → sejarawan.
  3. Peluluhan fenom, misalnya : me – pada kata sikat; dimana fenom / s / diluluhkan menjadi / ny /, me- + sikat → menyikat.
  4. Perubahan fenom, misalnya : ber- pada kata ajar; dimana fenom / r / berubah menjadi fenom / l /, ber- + ajar → belajar.
  5. Pergeseran fenom, misalnya : sufiks / i / pada kata lompat; dimana fenom / t / yan semula berada pada silabel / pat / pindah kesilabel berikutnya / ti /, lom.pat + -i→ lom.pa.ti

 

Wahyu Prihantini_1402408007_bab 3 Oktober 25, 2008

Filed under: BAB III — pgsdunnes2008 @ 12:21 pm

Nama : Wahyu Prihantini

NIM : 1402408007

3. OBJEK LUNGUISTIK BAHASA

3.1. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri.

3.2. Hakikat Bahasa

3.2.1. Bahasa Sebagai Sistem

Bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistemis artinya bahasa tersusun menurut polam sistemis artinya bahasa terdiri dari subsistem atau sistem bawahan.

3.2.2. Bahasa Lambang

Lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah, tetapi bersifat arbitrer yaitu tidak adanya hubungan langsung yang bersifat antara lambang dengan yang dilambangkannya.

3.2.3. Bahasa Adalah Bunyi

Dalam linguistik yang disebut bahasa, yang primer adalah yang diucapkan, dilisankan yang keluar dari alat ucap manusia.

3.2.4. Bahasa itu Bermakna

Fungsi bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran.

3.2.5. Bahasa itu Arbitrer

Bahasa itu arbitrer jika hubungan antara signifiant atau penanda dengan signifie petanda, sewenang-wenang atau tidak ada hubungan wajib diantara keduanya.

3.2.6. Bahasa itu Konvensional

Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.

3.2.7. Bahasa itu Produktif

Maksudnya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas dapat dibuat satuan-satuan bahasa dengan jumlah yang tidak terbatas.

3.2.8. Bahasa itu Unik

Artinya bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki bahasa lainnya.

3.2.9. Bahasa itu Universal

Artinya ada ciri-ciri yang sama yang ada di dunia ini.

3.2.10. Bahasa itu Dinamis

Bahasa disebut dinamis karena jika dalam masyarakat kegiatan manusia tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu menjadi ikut berubah.

3.2.11. Bahasa itu Bervariasi

Variasi bahasa ada 3 istilah yaitu idiolek, dialek, dan ragam

1. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan

2. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.

3. Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu.

3.2.12. Bahasa Manusiawi

Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusia, dalam arti hanya milik manusia dan hanya digunakan oleh manusia.

3.3. Bahasa dan Faktor Luar Bahasa

3.3.1. Masyarakat Bahasa

Adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama.

3.3.2. Variasi dan status sosial bahasa

Variasi bahasa berdasarkan pemakaiannya dibagi menjadi variasi bahasa tinggi digunakan dalam situasi resmi, dan variasi rendah digunakan dalam situasi non formal.

3.3.3. Penggunaan Bahasa

Dalam berkomunikasi lewat bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang atau topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa lisan atau tulisan, dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.

3.3.4. Bahasa dan Budaya

Bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya.

3.4. Klasifikasi Bahasa

3.4.1. Klasifikasi Genetis

Suatu bahasa protoctual akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih.

3.4.2. Klasifikasi Tipologis

Dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa.

3.4.3. Klasifikasi Areal

Dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antar bahasa yang satu dengan yang lain dalam suatu wilayah.

3.4.4. Klasifikasi Sosiolinguistik

Berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat, berdasarkan status.

3.5. Bahasa Tulis dan Sistem Aksara

1. Bahasa tulis sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan sebagai usaha manusia untuk menyimpan bahasanya untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Sistem aksara :

1. Abjad adalah urutan huruf-huruf dalam suatu sistem aksara.

2. Grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata.

3. Alograf adalah varian dari grafem misal aksara Arab.

4. Grafiti adalah corat-coret didinding, tembok, pagar, dsb.

 

Susi Nur Khamidah_1402408157_bab 2

Filed under: BAB II — pgsdunnes2008 @ 12:19 pm

Nama : Susi Nur Khamidah

NIM : 1402408157

2. Linguistik Sebagai Ilmu

1. Keilmiahan Linguistik

Tahap-tahap perkembangan disiplin ilmu:

1. Tahap spekulasi

Adalah tahap pembicaraan mengenai sesuai dan cara mengambil kesimpulan dilakukan secara spekulatif, tanpa menggunakan bukti-bukti empiris dan prosedur-prosedur tertentu.

2. Tahap observasi dan klasifikasi

Adalah tahap mengumpulkan dan menggolongkan dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apa pun.

3. Tahap perumusan teori

Adalah tahap memahami masalah dasar dan mengajukan pertanyaan mengenai masalah berdasarkan data empiris. Kemudian dirumuskan hipotesis.

Ciri-ciri hakiki bahasa

1. Bahasa adalah bunyi ujaran

2. Bahasa itu unik

3. Bahasa adalah suatu sistem

4. Bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu (dinamis)

5. Bahasa itu deskriptif

2. Subdisiplin Linguistik

1. Berdasarkan objek kajian, apakah bahasa pada umumnya/bahasa tertentu

a. Linguistik umum

b. Linguistik khusus

2. Berdasarkan objek kajian apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada sepanjang masa

a. Linguistik sinkronik (deskriptif)

b. Linguistik diakronik (historik komparatif)

3. Berdasarkan objek kajian struktur internal bahasa atau bahasa itu dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa

a. Linguistik mikro

1. Fonologi

2. Morfologi

3. Sintaksis

4. Semantik

5. Leksikologi

b. Linguistik makro

1. Sosiolinguistik

2. Psikolinguistik

3. Antopolinguistik

4. Etnolinguistik

5. Statistika

6. Filologi

7. Dialektologi

8. Filsafat bahasa

9. Neurolonguistik

4. Berdasarkan tujuan

a. Linguistik teoritis

b. Linguistik terapan

5. Berdasarkan aliran/teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa

a. Linguistik tradisional

b. Linguistik struktural

c. Linguistik tansformasional

d. Linguistik generatif semantik

e. Linguistik relasional

f. Linguistik sistemik

3. Analisis Linguistik

1. Struktur, sistem, dan distribusi

a. Sistem

1. Relasi sintakmatik

2. Relasi asosiatif

b. Struktur

1. Susunan fonetis

2. Susunan alofonis

3. Susunan morfemis

4. Susunan sintaksis

c. Distribusi

1. Distribusi morfemis

2. Distribusi sintaksis

2. Analisis bawahan langsung (a. unsur langsung = A, bawahan terdekat = Immediate Constituent Analysis)

Adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa.

3. Analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsur

Ÿ Analisis rangkaian unsur adalah cara analisis yang menganggap setiap satuan bahasa dibentuk/ditata dari unsur-unsur lain.

Ÿ Analisis proses unsur adalah cara analisis yang menganggap setiap satuan bahasa merupakan hasil suatu proses pembentukan.

4. Manfaat linguistik

a. Bagi linguis

Membantu menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya.

b. Bagi peneliti, kritikus dan peminat sastra

Membantu dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik.

c. Bagi guru

Melatih keterampilan berbahasa, menulis (mengarang) ð guru bahasa, dan dapat dengan lebih mudah menyampaikan mata pelajarannya ð guru bidang studi lain.

e. Bagi penyusun kamus (leksikografer)

Membantu menyelesaikan tugas dalam hal menyusun kamus.

f. Bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks

Memberi tuntunan dalam menyusun kalimat yang tepat dan memilih kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.

g. Bagi negarawan/politikus

Membantu dalam memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan.

Membantu meredam dan menyelesaikan gejolak sosial dalam masyarakat dari perbedaan dan pertentangan bahasa.

 

Wahyu Hidayat_1402408267_bab 8

Filed under: BAB VIII — pgsdunnes2008 @ 12:16 pm

Nama : Wahyu Hidayat

NIM : 1402408267

8. SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK

Pada bab 2 disebutkan bahwa studi linguistik mengalami 3 tahap pengembangan yaitu tahap spekulasi, tahap observasi dan klasifikasi dan yang terakhir disebut tahap perumusan masalah.

8.1. LINGUISTIK TRADISIONAL

Istilah tradisional bertentangan dengan istilah struktural, sebagai akibat pendekatan keduanya yang tidak sama terhadap hakikat bahasa.

8.1.1. Linguistik Zaman Yunani

Studi bahasa zaman Yunani mempunyai sejarah yang sangat panjang kurang lebih sekitar 600 tahun, kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguistik yaitu (1) antara fisis dan nomos, dan (2) antara analogi dan anomali.

Sifat fisis atau alami maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri, tapi kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi. Artinya makna-makna itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.

Pertentangan analogi dan anomali mengenai bahasa itu sesuatu teratur atau tidak teratur. Kaum analogi, antara lain Plato dan Aristoteles berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur.

8.1.1.1. Kaum Sophis

Kaum ini muncul pada abad ke-5 SM dan dikenal dalam studi bahasa, karena:

a) Mereka melakukan kerja secara empiris

b) Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu

c) Mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa

d) Mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna

8.1.1.2. Plato (429 – 347 SM)

Dalam studi bahasa dikenal karena :

a) Memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya dialog. Juga masalah bahasa alamiah dan konvensional.

b) Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantara anomata dan rhemata.

c) Dialah orang pertama kali membedakan kata dalam anoma dan rhema.

8.1.1.3. Aristoteles (384 – 322 SM)

Dia salah satu murid Plato yang terkenal, karena:

a) Ia menambahkan satu kelas kata yaitu dengan Syndemoi dengan pengertian adalah kata yang berhubungan dengan/bertugas dalam hubungan sintaksis.

b) Membedakan jenis kelamin kata menjadi tiga yaitu maskulin, feminin dan neutron.

8.1.1.4. Kaum Stoik

Kaum ini berkembang pada abad ke 4 SM, dan terkenal karena :

a. Membedakan studi bahasa secara logika dan tata bahasa.

b. Menciptakan istilah-istilah khusus.

c. Membedakan tiga komponen utama.

d. Membedakan legin.

e. Membagi jenis kata menjadi 4.

f. Mereka membedakan kata kerja komplet dan tak komplet.

8.1.1.5. Kaum Alexandrian

Dengan paham analoginya mereka mewariskan buku yang disebut tata bahasa Dionysius thrax sebagai hasil menyelidik kereguleran bahasa Yunani.

Sezaman dengan sarjana Yunani, Panini dari India tahun 400 SM sarjana hindu menyusun kurang lebih 4000 pemerian struktur bahasa Sanskerta, sehingga Leonard Boomfield (1887 – 1949) tokoh Amerika menyebutnya sebagai one of the greatest monuments of human intelligence dengan bukunya yang bernama Astdhyasi.

8.1.2. Zaman Romawi

Studi bahasa zaman romawi merupakan kelanjutan dari zaman Yunani. Tokoh zaman Romawi yang terkenal adalah Varro (116 – s75 SM) dan Priscia.

8.1.2.1. Varro dan “De Lingua Latin”

Dalam buku ini Varro memperdebatkan analogi dan anomali dalam tiga bidang antara lain bidang etimologi, morfologi, dan sintaksis.

a) Etimologi, adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal-usul kata beserta artinya.

b) Morfologi, adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukannya.

c) Sintaksis yaitu tata susunan kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai.

8.1.2.2. Tata Bahasa Priscia

Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahasa ini yang terdiri dari 18 jilid (16 jilid mengenai morfologi, dan 2 jilid mengenai sintaksis) dianggap sangat penting, karena:

a) Merupakan buku tata bahasa latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya.

b) Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaaan bahasa secara tradisional.

8.1.3. Zaman Pertengahan

Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh filsuf skolastik dan bahasa Latin menjadi Lingua Franca, di zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain adalah peranan kaum modistae, tata bahasa spekulativa, Petrus Hispanus.

8.1.4. Zaman Renaisans

Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman Renaisans yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu: 1) selain menguasai bahasa Latin sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab. 2) selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab bahasa-bahasa Eropa lain juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusulan tata bahasa dan malah juga perbandingan.

8.1.5. Menjelang Lahirnya Linguistik Modern

Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman renaisans, ada tonggak yang penting yaitu adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dan Yunani, Latin dan Jerman lainnya yang ditemukan oleh sir William Jones dari East India Company di hadapan The Royal Asiatic di Kalkuta pada tahun 1786.

8.2. LINGUISTIK STRUKTURALIS

Linguistik strukturalis berusaha mendiskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Hal ini merupakan kaibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh bapak Linguistik Modern.

8.2.1. Ferdinand de Saussure (1857 – 1913)

Dianggap sebagai Bapak Linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Schehay tahun 1915 (jadi dua tahun setelah Saussure meninggal)

Buku tersebut memuat mengenai konsep:

1) Telaah sinkronik dan diakronik

2) Perbedaan langue dan parole

3) Perbedaan signifiant dan signifie

4) Hubungan sintagmatik dan paradikmatik

Telaah sinkran adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu. Telaah diakronik yaitu jauh lebih sukar dari pada telaah secara sinkron.

La langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak.

La parole adalah pemakaian atau releasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa. Sifatnya konkret karena parole tidak lain dari realitas fisis.

Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita.

Signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita

Signifie (makna)

Signie linguistique ………………….

(kata) Signifiant (bentuk)

Hubungan sintagmatik dan padikmatik. Yang disebut dengan hubungan sintagmatik adalah antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear.

Hubungan paradigmatik adalah hubungan antar unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.

8.2.2. Aliran Praha

Terbentuk pada tahun 1926 yang diprakarsai oleh Vilem Mathesius (1882 – 1945). Tokoh-tokoh lainnya adalah Nikoli S. Trubetskoy, Roman Jacobson dan Morris Halle.

Dalam bidang fonologi aliran ini yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem. Aliran Praha juga memperkenalkan dan mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang yang mempelajari/meneliti struktur fonologis morfem.

8.2.3. Aliran Glosematik

Lahir di Denmark, tokohnya antara lain, Louis Hjemslev (1899 – 1965) yang meneruskan ajaran Saussure, dia terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain dengan peralatan, metodologis dan terminologis, sejalan dengan pendapat Saussure. Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi (menurut de Saussure signifiant) dan segi isi (menurut de Saussure signifie). Masing-masing segi mengandung forma dan substansi sehingga diperoleh:

1) Forma ekspensi

2) Substansi ekspesi

3) Forma isi

4) Substansi isi

8.2.4. Aliran Firthain

Nama John F. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Aliran ini disamping dikenal aliran prosodi juga dikenal pula dengan nama aliran Firth, atau juga aliran London. Fonologi prosodi adalah suatu cara menentukan arti pada tataran fonetis.

Ada tiga macam pokok prosodi, yaitu :

1) Prosodi yang menyangkut gabungan fonem : struktur kata, struktur suku katam gabungan konsonan dan gabungan vokal.

2) Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda.

3) Prosodi yang realisasi fenotisnya melampaui satuan yang lebih besar dari fenom-fenom suprasegmental.

Firth juga terkenal dengan bukunya The Tongues of Man and Speech (1934) dan Paper in Linguistics (1951).

8.2.5. Linguistik Sistemik Dengan Tokoh M.A.K Halliday sebagai penerus Firth dan berdasarkan karangannya Cathegories of The Theory of Grammar. Maka teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian Linguistic atau Scale and Category Linguistics, namun kemudian diganti dengan nama Systemic linguistic dalam bahasa Indonesia disebut Linguistik Sistematik. Pokok-pokok pandangan Systemics Linguistics (SL)

1) SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama mengenai fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana fungsi kemasyarakatan itu terlaksana dalam bahasa.

2) SL memandang bahasa sebagai “pelaksana”. SL mengakui pentingnya perbedaan langue dari prole (seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure) Prole merupakan perilaku kebangsaan yang sebenarnya, sedangkan langue adalah jajaran pikiran yang dapat dipilih oleh seorang penutur bahasa.

3) SL mengutamakan pemerian ciri-ciri bahasa tertentu berserta variasinya

4) SL mengenal adanya gradasi dan kontinum. Batasan butir-butir bahasa seing kali tidak jelas.

5. SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa yaitu substansi, forma, situasi.

Substansi adalah bunyi yang kita ucapkan waktu kita bicara, dan lambang yang kita gunakan waktu kita menulis. Substansi bahasa lisan disebut substansi fonis, sedangkan substansi bahasa tulisan disebut substansi grafis. Forma adalah susunan substansi dalam pola yang bermakna. Forma dibagi menjadi dua, (1) leksis yakni yang menyangkut butir-butir lepas bahasa dan pada tempat butir-butir itu terletak, (2) gramatikal yakni yang menyangkut kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat terletaknya butir bahasa tersebut. Situasi meliputi tesis situasi langsung dan situasi luas. Tesis situasi langsung adalah situasi pada suatu tuturan benar-benar diucapkan orang, sedangkan situasi luas adalah suatu tuturan menyangkut semua pengalaman pembicaraan atau penulisan yang mempengaruhinya untuk memakai tuturan yang diucapkannya atau ditulisnya.

Selain tiga tataran utama itu, ada dua tataran lain yang menghubungkan tataran-tataran utama. Yang menghubungkan substansi fonik dengan forma adalah fonologi dan yang menghubungkan substansi grafik dengan forma adalah grafologi. Sedangkan yang menghubungkan forma dengan situasi adalah konteks.

8.2.6. Leonard Bloomfield dan Struktural Amerika

Leonard Bloomfield (1877 – 1949) sangat terkenal karena bukunya yang berjudul Language (terbit pertama kali tahun 1933) dan selalu berkaitan dengan struktur Amerika. Namun nama strukturalisme lebih dikenal dengan nama aliran linguistik. Aliran ini berkembang pesat di Amerika karena beberapa faktor antara lain :

1) Pada masa itu para linguistik Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian yang belum diperikan.

2) Sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika yaitu filsafat strukturalisme.

3) Diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya the linguistic society of America, yang menerbitkan majalah Language, wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.

Aliran strukturalis yang dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnya sering juga disebut aliran taksonomi dan aliran Bloomfieldian, karena bermula atau bersumber pada gagasan Bloomfield. Disebut aliran taksonomi karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hierarkinya.

8.2.7. Aliran Tagmemik

Aliran Tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield, sehingga aliran ini bersifat strukturalis, tetapi juga antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem.

Yang disebut tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal dan slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertemukan untuk mengisi slot tersebut.

Kalimat “Saya menulis surat dengan pensil” dianalisis secara tagmemik.

S KG P Kkt O KB K FD

Pel ak tuj al

Saya menulis surat dengan pensil

Keterangan :

S = Fungsi subjek pel = pelaku

P = Fungsi predikat ak = aktif

O = Fungsi objek tuj = tujuan

K = Fungsi keterangan al = alat

KG = Kata ganti

Kkt = Kata kerja transitif

KB = Kata benda

FD = Frase depan

8.3. LINGUISTIK TRANSFORMAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA

Dunia ilmu, termasuk linguistik bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang dinamis; berkembang terus menerus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran yang hakiki. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transformasional yang mempunyai pendekatan dan cara yang berbeda dengan linguistik struktural.

8.3.1. Tata Bahasa Transformasi

Setiap tata bahasa dari suatu bahasa menurut Chomsky adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Kalimat yang dihasilkan harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut.

2. Tata bahasanya harus berbentuk sedemikian rupa tidak berdasarkan bahasa tertentu saja dan sejajar dengan teori linguistik.

Komponen rematik memberikan terpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh sub kompeten dasar. Kata pensil dan kursi, maka kita lihat kata ayah dan ibu mempunyai ciri semantik /+makhluk/ sedangkan pensil dan kursi tidak memiliki ciri itu.

8.3.2. Semantik Generatif

Menurut semantik generatif, seudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik itu serupa dengan struktur logika berupa ikatan tidak berkala, antara predikat dan seperangkat argumen dalam suatu prosisi.

Menurut teori semantik generatif, argumen predikat adalah segala sesuatu yang dibicarakan. Sedangkan predikat itu semua yang menunjukkan hubungan, perbuatannya, sifat, keanggotaan. Dalam mengabstraksikan predikatnya, teori ini berusaha untuk menguraikan lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi, yang disebut predikat inti.

8.3.3. Tata Bahasa Kasus

Yang dimaksud dengan dalam teori ini, adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba disini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam kasus ini diberi label khusus.

Maka sebuah kalimat dalam teori ini dirumuskan dalam bentuk :

+ [ …… X, Y, Z]

Tanda ….. dipakai untuk menandai posisi verba dalam struktur semantis; sedangkan X, Y, Z adalah argumen yang berkaitan dengan verba/predikat itu yang biasanya diberi label kasus.

Misalnya: OPEN, + […… A, I, O]

A = Agent, pelaku

I = Instrumen, alat

O = Object, tujuan

Dari uraian di atas dapat kita lihat adanya persamaan antara semantik, generatif dan teori kasus.

8.3.4. Tata Bahasa Relasional

Sama halnya dengan tata bahasa transformasi tata bahasa relasional juga berusaha mencari kaedah kesemestaan bahasa. Menurut tata bahasa rasional, setiap struktur melibatkan tiga macam maksud, yaitu :

a) Seperangkat simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur.

b) Seperangkat tanda relasional (relational sign)

c) Seperangkat “Coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada tataran manakah elemen itu menyandang relasi gramatikal.

Misal: Saya diberi roti oleh Rina

Jika dianalisis kalimat tersebut merupakan hasil dari dua macam transformasi yaitu transformasi datif dan pasif dan terlibat tiga konstruksi yaitu 1) konstruksi kalimat inti, b) konstruksi kalimat hasil transformasi datif, dan c) kalimat hasil transformasi pasif dari konstruksi datif.

8.4. TENTANG LINGUISTIK DI INDONESIA

Hingga saat ini linguistik di Indonesia belum ada catatan yang lengkap, meskipun linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup semarak.

8.4.1. Sesuai dengan masanya, penelitian bahasa-bahasa daerah itu baru sampai pada tahap deskripsi sederhana mengenai sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis serta pencatatan butir-butir leksikal beserta terjemahan maknanya dalam bahasa Belanda dalam bentuk kamus.

Tampaknya cara pendiskripsian terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia seperti yang dilakukan para peneliti terdahulu masih berlanjutan terus pada tahun tujuh puluh dan delapan puluh. Informasi yang lengkap dan luas mengenai bahasa daerah itu, terutama bahasa daerah yang penuturannya banyak, adalah sangat penting dalam menjalankan administrasi dan roda pemerintahan kolonial.

8.4.2. Perkembangan waktulah yang kemudian menyebabkan konsep-konsep linguistik modern dapat diterima, dan konsep-konsep linguistik tradisional mulai agak tersisih, setelah buku Keraf itu, sejumlah buku Ramlan, juga menyajikan analisis bahasa secara struktural, menyebabkan kedudukan linguistik modern dalam pendidikan formal menjadi semakin kuat, mesti konsep linguistik tradisional masih banyak yang memperhatikan.

8.4.3. Sejalan dengan perkembangan dan makin semaraknya linguistik, yang tentu saja dibarengi bermunculnya linguis Indonesia baik dari tamatan luar negeri atau dalam , maka semakin dirasakan perlunya suatu wadah untuk berdiskusi, bertukar pengalaman dan mempublikasikan hasil penelitian yang telah dilakukan. Majalah linguistik Indonesia dengan pengantar bahasa Inggris sering dikenal dengan nama NUSA yang dirintis oleh Prof. Dr. J.W.M. Verhaar SJ dan dieditor oleh sejumlah linguis Indonesia, antara lain Amran Halim, Poenjono Dardjowidjojo, Ignatius Soeharno, dan Soepomo Poejosoedarmo. Isi majalah tersebut antara 1975 sampai 1989 dapat dilihat dalam Kaswanti Purwa (1990)

8.4.4 Penyelidikan bahasa daerah Indonesia dan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh orang luar negeri. Universitas Leiden di Negeri Belanda telah mempunyai sejarah panjang dalam penelitian bahasa-bahasa Nusantara, antara lain ada Uhlenbeck, Voorhove, Rolvink dan Grijins.

8.4.5. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional Indonesia, bahasa persatuan dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Dalam kajian bahasa nasional Indonesia di Indonesia tercata nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Darjowidjojo, dan Soedarjanto yang telah banyak menghasilkan tulisan mengenai berbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.

 

Dewi Zuliani_1402408213_bab 7

Filed under: BAB VII — pgsdunnes2008 @ 12:15 pm

Nama : Dewi Zuliani

NIM : 1402408213

Rombel : 4

BAB 7

TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK

Semantik dengan objeknya yakni makna merupakan unsur yang berada di semua tataran yang bangun-membangun, yaitu di dalam tataran Fonologi, Morfologi dan Sintaksis. Chomsky, bapak Linguistik transformasi, dalam bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah Sintaksis dan Fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen ini.

7.1 HAKIKAT MAKNA

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari komponen signifian atau “yang mengartikan” yang berwujud runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” berupa pengertian atau konsep.Umpamanya tanda linguistik berupa meja dapat dilihat dalam bagan berikut:

/m/, /e/, /j/, /a/

(signifian)

meja

‘sejenis perabot rumah tangga’

(signifie)

dalam bahasa luar bahasa

Bagan tersebut juga dapat ditampilkan dalam bentuk segitiga, disebut juga segitiga Richard dan Odgent.

(b)konsep

(a)tanda linguistik (c)referen

<m-e-j-a> <bentuk meja>

(a) dan (c) mempunyai hubungan tak langsung, sebab (a) adalah masalah dalam bahasa dan (c) masalah luar bahasa yang hubungannya bersifat arbitrer. Sedangkan (a) dan (b) sama-sama berada di dalam-bahasa;(c) adalah acuan dari (b). Sehingga (a) dan (b), serta (b) dan (c) mempunyai hubungan langsung.

Makna sebuah kata dapat ditentukan apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Selanjutnya makna kalimat dapat ditentukan bila kalimat tersebut sudah berada dalam konteks wacananya atau situasinya.

7.2 JENIS MAKNA

Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

7.2.1 Makna Lesikal, Gramatikal, dan Kontekstual

* Makna Lesikal adalah makna yang ada pada lekse atau kata meski tanpa konteks apapun (makna sebenarnya sesuai hasil observasi indra manusia).

* Makna Gramatikal adalah makna yang terbentuk dari proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.

Contoh: 1. ber+baju mempunyai makna ’mengenakan baju’

2. sate+lontong melahirkan makna ’bercampur’

* Makna Kontekstual adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:

1. Rambut di kepala nenek telah berwarna putih.

2. Nomor telepon ada pada kepala surat itu.

7.2.2 Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial bila mempunyai acuan. Kata-kata seperti kuda, gambar, dan merah bermakna referensial karena mempunyai acuan di dunia nyata. Sedangkan kata seperti dan, atau, karena tidak mempunyai acuan sehingga bermakna non-referensial.

7.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna Denotatif adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif sama dengan makna leksikal. Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa. Umpamanya kata kurus, ramping, dan kerempeng sebenarnya mempunyai makna yang sama, tetapi ketiganya mempunyai konotasi yang berbeda.

7.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) menyatakan bahwa makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Jadi makna konseptual sama dengan makna denotatif, leksikal, maupun referensial. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu di luar bahasa. Misalnya kata merah berasosiasi dengan ’berani’.

7.2.5 Makna Kata dan Makna Istilah

Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna denotatif, leksikal, atau konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas bila sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang sudah pasti walaupun tidak berada dalam konteks kalimat.

7.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya. Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu:

* Idiom penuh yaitu bila unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, misalnya, ’membanting tulang’ dan ’meja hijau’.

* Idiom sebagian yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya ’buku putih’ yang berarti ’buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

Peribahasa mempunyai makna yang masih dapat diketahui dari makna unsur-unsurnya karena ada asosiasi antara makna asli dengan maknanya dalam peribahasa. Umpamanya peribahasa ’seperti kucing dengan anjing’ yang bermakna ’dua orang yang tak pernah akur’.

7.3 Relasi Makna

Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

7.3.1 Sinonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu kata dengan kata yang lain.

7.3.2 Antonim

Adalah hubungan yang bersifat dua arah yang menyatakan pertentangan makna antara kata satu dengan yang lain. Antonim dibedakan menjadi:

· Antonim yang bersifat mutlak, misalnya hidup >< mati.

· Antonim yang bersifat relatif, misalnya besar >< kecil.

· Antonim yang bersifat relasional, misalnya suami >< istri.

· Antonim yang bersifat hirearkial, misalnya gram >< kilogram.

· Antonim Majemuk, misalnya berdiri mempunyai lawan kata; duduk, tidur, tiarap, jongkok.

7.3.3 Polisemi

Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia; (2) ketua/pemimpin; (3) bagian penting.

7.3.4 Homonimi

Yaitu dua buah kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dengan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.

7.3.5 Hiponimi

Adalah hubungan antara sebuah kata yang maknanya tercakup dalam makna kata yang lain. Misalnya:

burung

merpati tekukur perkutut balam elang

7.3.6 Ambigu atau Ketaksaan

Adalah gejala terjadinya kegandaan makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, ’buku sejarah baru’ dapat berarti ’buku sejarah yang baru’ atau ’buku yang memuat sejarah baru’.

7.3.7 Redundansi

Yaitu berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, ’bola itu ditendang oleh Dika’ menggunakan kata oleh yang dianggap redundans.

7.4 PERUBAHAN MAKNA

Secara diakronis makna kata dapat berubah dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan oleh faktor perkembangan bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra dan adanya asosiasi. Kata dapat mengalami penyempitan makna, misalnya kata ’sarjana’. Kata juga dapat mengalami perluasan makna, misalnya kata ’ibu’ atau kata ’bapak’.

7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok disebut kata-kata yang berada dalam satu medan makna. Sedankan usaha untuk menganalisis unsur-unsur yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

7.5.1 Medan Makna

adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari realitas di alam semesta tertentu, misalnya, nama-nama warna.

7.5.2 Komponen Makna

Setiap kata mempunyai komponen yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Contoh analisis komponen makna yaitu:

Komponen makna

Ayah

Ibu

1. manusia

+

+

2. dewasa

+

+

3. jantan

+

4. kawin

+

+

7.5.3 Kesesuaian Semantik dengan Sintatik

Masalah gramatikal dan semantik dapat mempengaruhi berterima tidaknya sebuah kalimat. Misalnya kalimat ’Kambing yang Pak Udin terlepas lagi’ bisa diterima bila dikatakan ’Kambing Pak Udin terlepas lagi’.

Menurut Chafe (1970) inti sebuah kalimat adalah predikat atau kata kerjanya. Perhatikan bagan berikut:

Subjek Predikat Objek

/+nomina/ membaca /+nomina/

/+manusia/ /+manusia/ /+bacaan/

/+bacaan/