Nama : MAOIDATUL DWI K
NIM : 1402408303
BAB 4
FONOLOGI
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya, yaitu fonetik dan fonemik.
A. FONETIK
Fonetik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi itu memiliki funsi pembeda makna atau tidak. Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga yaitu fonetik antikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris. Yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik antikulatoris.
1. Alat Ucap
Alat ucap manusia menghasilkan bunyi bahasa. Bunyi-bunyi yang terjadi diberi nama sesuai dengan nama alat ucap.
Contoh : ”Bunyi gigi” disebut ”bunyi dental”
”Bunyi bibir” disebut ”bunyi labial”
2. Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses kemampuan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok, yang didalamnya terdapat pita suara. Bunyi bahasa akan dihasilkan jika pita suara dalam posisi terbuka agak lebar, terbuka sedikit, atau tertutup sama sekali. Setelah melewati pita suara, arus udara diteruskan ke alat-alat ucap yang terdapat di rongga mulut atau rongga hidung, sehingga bunyi bahasa tertentu akan dihasilkan.
Alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa disebut antikulator. Ada dua macam antikulator yaitu antikulator aktif dan antikulator pasif (struktur). Sebagai contoh jika arus udara dihambat bibir bawah (antikulator aktif) yang merapat pada bibir atas, akan terjado bunyi “bilabial” seperti [b] dan [w].
3. Tulisan Fonetik
Tulisan fonetik dibuat berdasarkan huruf-huruf aksara .atin yang di tambah sejumlah tanda dia kritik dan modifikasi, karena abjad latin hanya memiliki 26 huruf atau grafen, sedangkan bunyi bahasa sangat banyak, melebihi huruf yang ada. Tulisan fonetik adalah setiap bunyi yang memiliki lambang-lambang sendiri, meskipun perbedaanya hanya sedikit. Tulisan fonemik yaitu setiap perbedaan bunyinya yang membedakan makna yang diperbedakan lambang. Sedangkan tulisan ontografi merupakan sistem tulisan yang dibuat untuk digunakan secara umum di dalam masyarakat suatu bahasa.
4. Klasifikasi Bunyi
Umumnya bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara yang terbuka sedikit dan arus udara keluar dari rongga tanpa hambatan.
a. Vokal
Bunyi vokal diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut.
|
TB B |
TB B |
||
i I |
|
u U |
||
e E |
a |
o O |
||
|
a |
|
* TB = tak bundar * B = bundar
* Nama-nama vokal
[i] = vokal depan tinggi tak bundar
[e] = vokal depan tengah tak bundar
[d] = vokal pusat tengah tak bundar
[o] = vokal belakang tengah bundar
[a] = vokal pusat rendah tak bundar
b. Diftong atau Vokal Rangkap
Yaitu keadaan ketika posisi lidah ketika memproduksi bunyi pada bagian awal dan akhir tidak sama. Bunyi yang dihasilkan hanya satu, karena berada dalam satu silabeh. Contohnya pada kata terbau, pantai, dan sepoi. namun apabila ada dua vokal berurutan, tetapi vokal pertama terletak pada suku kata yang berlainan dengan vokal kedua, maka tida ada diftong, contohnya pada kata bau dan lain. Ada dua macam diftong, yaitu diftong naik dan diftong turun.
c. Konsonan
Bunyi-bunyi konsonsn dibedakan dan diberi nama berdasarkan tiga kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
* Peta Konsonan
Cara artikulasi |
Bilabial |
labiodental |
Apikoental |
laminoalveolar |
laminopalatal |
borsovelar |
faringal |
glontal |
Hambat Geseran Paduan Sengauan getaran Sampingan hampiran |
P b
M
w |
F v
|
|
t d t z
n r l |
c j
y |
k g x |
h |
? |
[P] adalah konsonan hambat bilabial tak bersuara, sedangkan [b] merupakan konsonan hambat bilabial bersuara. Perbedaan bunyi [P] dan [b] terletak pada bersuara dan tidaknya bunyi itu. Karena itu, dalam bahasa Indonesia, kedua bunyi itu pada posisi akhir s/label sering tertukar-tukar tanpa berbeda maknanya.
Contoh :
¬ [sabtu] lazim dilafalkan [sabtu]
¬ [lembap] lazim dilafalkan [lembab]
Kebanyakan orang indonesia menganggap bunyi [f] adalah bunyi asing yang ada di dalam bahasa Arab, Belanda, atau Inggris. Karena itu bunyi [f] diganti dengan bunyi [P]
Contoh : # [fitnah] menjadi [pitnah]
# [fikir] menjadi [pikir]
5. Unsur Suprasegmental
Unsur suprasegmental yaitu unsur yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek dan jeda bunyi.
a. Tekanan atau stres, yaitu keras lunaknya bunyi.
b. Nada atau pitch, yaitu tinggi rendahnya bunyi.
c. Persendian atau jeda, yaitu bantuan dalam arus ujaran.
¬ Sendi dalam
Menunjukan batas antara 1 selabel dengan selabel lain.
Contoh : /am = bil/
¬ Sendi luar
Menunjukan atas lebih besar dari segmen silabel.
Contoh : #sepatu // kuda / liar#
6. Silabel (suku kata)
Selabel adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu runtutan bunyi ujaran. Puncak kenyaringan 9sonoritas) silabel jatuh pada bunyi vokal, karena bunyi vikal memiliki ruang vesonansi yang lebih besar.
Interlude merupakan bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada dua buah selabel yang berurutan. Misalnya pada kata “Bundar” dapt bersilabel /bun + ndar/. Bunyi /n/ disebut interlude. Onset adalah bunyi pertama pada sebuah silabel, sejdangkan koda merupakan bunyi akhin sebuah silabel.
B. FONEMIK
Fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dnengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Objek penelitian fonemik adalah fonem, yaitu bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna.
1. Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui sebuah bunyi fonem atau bukan, kita dapat membandingkan sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut dengan kata lain yang mirip. Jika kedua kata berbeda makna, maka bunyi itu adalah sebuah fonem. Misalnya pada kata “Laba” dan “Raba”, masing-masing terdiri dari empat huruf atau bunyi, dimana huruf pertamanya berbeda. Hal tersebut menyebabkan kedua kata memiliki makna yang berbeda. Berarti, bunyi /L/ dan /R/ adalah dua fonem yang berbeda.
2. Alofon
Alofon merupakan realisasi dari sebuah fonem. Fonem /o/ dalam bahasa Indonesia setidaknya mempunyai dua alafon, yaitu bunyi /j/ pada kata ”tokoh” dan bunyi /o/ pada kata ”toko”.
3. Klasifikasi fonem
Prosedur klasifikasi fonem sama dengan cara klasifikasi bunyi, yaitu ada fonem vokal dan fonem konsonan. Tetapi bunyi yang dapat menjadi fonem hanya terbatas pada bunyi-bunyi yang dapat membedakan makna dan hanya dalam bahasa tertentu.
4. Khazanah Fonem
Khazanah fonem yaitu banyaknya fonem yang terdapat dalam saku bahasa. Jumlah fonem yang dimiliki oleh suatu bahasa berveda dengan jumlah fonem pada bahasa lain. Karena perbedaan penafsiran jumlah fonem dalam suatu bahasa memiliki jumlah fonem yang berbeda menurut pakar-pakar yang berbeda.
5. Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat bereda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungan, atau paa donem-fonem di sekitarnya.
a. Asmilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya kata ”sabtu” dalam bahasa Indonesia lazim diucapkan /sabtu/. Ada perubahan bunyi /b/ menjadi /p/ kearena pengaruh bunyi /t/. Asimilasi dibedakan menjadi asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi repirokal.
Disimilasi merupakan perubahan yang menyebabkan dua fonem yang sama menjadi berbeda. Sebagai contoh, kata ”cinta” dan ”cipta” berasal dari bahasa sansekerta ”cinta”. Bunyi /tt/ berubah menjadi bunyi /nt/ pada kata “cinta” dan bunyi /pt/ pada kata “cipta”.
b. Netralisasi dan Arkifonem
Netralisasi perubahan konsonan hambat bersuara menjadi konsonan hambat tak bersuara pada posisi akhir oposisi burici. Sebagai contoh kata yang dieja “hard” (kertas) dalam bahasa Belanda, di lafalkan /hart/.
Arkifonem adalah perwujudan atau kalisari dari fonem, misalnya kata “jawab” yang diucapkan /jawab/ atau /jawap/ : tetapi bila diberi akhiran –an menjadi jawaban. Jadi, arkitonemnya /B/ yang realisasinya bisa menjadi /b/ atau /P/.
c. Umlaut, Ablaut dan Harmoni Vokat
Umlaut berarti perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal berikutnya yang tinggi. Ablaut yaitu perubahan vokal dalam bahasa-bahasa Indo-Jerman untuk menilai berbagai fungsi gramatikal. Harmoni vokal yaitu keselarasan vokal.
d. Kontraksi
Kontraksi adalah menyingkat atau memperpendek ujaran. Misalnya ungkapan ”tidak tahu” diucapkan ”cdak tahu”. Bentuk ’will not” menjadi ”won’t”.
e. Matatesis dan Epentesis
Metatesis yaitu mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya selain bentuk ”tebak”, ada juga bentuk ”tabel”, ”balet”, dan ”lebat’.
Epentesis merupakan proses penyisipan sebuah fonem tertentu yang homongan degan lingkungannya ke dalam sebuah kata. Misalnya kata ”kapak” yang disisipi bunyi /m/ menjadi kata ”kampak”.
6. Fonem dan Grafen
Fonem dianggap sebagai konsep abstrak, yang di dalam pentuturan direalisasikan oleh alafon-alafon dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau Hanskripel fonetik. Dalam transkripsi fonemik penggambaran alofon sudah kurang tepat dan akurat, karena alfon yang bunyinya tidak sama dari sebuah fonem di lambangkan dengan lambang yang sama. Yang paling tidak akurat adalah transkripsi antografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa.
ringkasan anda sudah bagus dan dapat di mengerti, sayaingin bertanya pada anda,
1dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengar penutur menyingkatkan kata atau memperpendek ujarannya yang dalam bahasa lingkuistik berarti kontraksi. menurut anda apakah kontraksi ini menyalahi Ejaan Yang Disempurnakan atau tidak ?
2. dalam silabel terdapat istilah interlude, yang berarti bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada silbel yang beraturan, tolong jelaskan onset dan kode serta berikan contoh !